CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   -30.000   -1,94%
  • USD/IDR 15.740   98,00   0,62%
  • IDX 7.259   -124,74   -1,69%
  • KOMPAS100 1.120   -18,74   -1,65%
  • LQ45 889   -12,72   -1,41%
  • ISSI 220   -3,89   -1,73%
  • IDX30 458   -5,00   -1,08%
  • IDXHIDIV20 556   -4,59   -0,82%
  • IDX80 128   -1,81   -1,39%
  • IDXV30 139   -0,03   -0,02%
  • IDXQ30 154   -1,26   -0,81%

Indonesia dan Malaysia Bentuk Satgas Awasi Kontrak Kerja


Rabu, 19 Mei 2010 / 18:13 WIB


Reporter: Hans Henricus | Editor: Harris Hadinata

JAKARTA. Indonesia dan Malaysia membentuk satuan tugas (task force) terus memperbaiki payung hukum terkait perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal di Malaysia. Terakhir, kedua negara ini membentuk satuan khusus (task force).

Tim ini bertugas mengawasi kontrak kerja antara pelaksana penempatan TKI Swasta dan agen pekerja asing di Malaysia. "Satgas bersama itu melibatkan kepolisian Malaysia dan Kedutaan Indonesia di sana," ungkap Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, seusai mendampingi kunjungan kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Singapura dan Malaysia, Rabu (19/5).

Muhaimin menuturkan, Indonesia dan Malaysia juga telah meneken letter of intent (LoI) terkait perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di sektor informal. Perjanjian ini merupakan jalan menuju tercapainya nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua negara terkait hal tersebut.

LoI tersebut menyebutkan antara lain TKI bisa memegang paspor sendiri dan mendapat libur satu hari setiap pekan. Dalam LoI itu juga disepakati besaran gaji minimum akan diserahkan pada mekanisme pasar dan kedua negara wajib mengawasi kontrak kerja antara pelaksana penempatan TKI swasta dan agen pekerja asing di Malaysia.

Namun, LoI itu tidak mencantumkan soal gaji bagi TKI informal yang belum berpengalaman atau masa kerja 0 tahun, juga struktur biaya penempatan. Kedua negara juga tidak menetapkan batas atas maupun batas bawah gaji serta biaya penempatan. "Masing-masing negara mengontrol karena ada kontrak kerja," sebut Muhaimin.

Sekadar informasi, selama ini persoalan gaji awal bagi TKI informal dengan pengalaman kerja 0 tahun dan struktur biaya penempatan menjadi dua hal yang mengganjal penyelesaian MoU. Kedua negara berharap pengawasan kontrak kerja bisa mengatasi kendala tersebut.

Yang jelas, Muhaimin menjamin moratorium TKI informal ke Malaysia pasti akan dicabut. Sayang, politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu enggan menargetkan kapan kepastian waktunya. Alasannya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mesti mengumpulkan dan membahas dulu persoalan perlindungan TKI informal dengan Pemerintah Daerah yang menjadi basis perekrutan selama ini.

Pembahasan itu, kata Muhaimin, mencakup antara lain mekanisme pengawasan TKI, khususnya tentang pemalsuan identitas, kualitas TKI informal yang akan dikirim, gaji yang memadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×