Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Pemerintah Jerman untuk mendukung percepatan program perhutanan sosial.
Kedua belah pihak sepakat menjalankan Forest Programme V (FP V): Social Forestry Support Programme yang dilaksanakan selama 7 tahun dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2027 dengan pendanaan sebesar 11,5 juta euro dan komitmen tambahan sebesar 10 juta euro.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan KHLK, Bambang Supriyanto mengatakan, saat ini distribusi akses Perhutanan Sosial telah mencapai 4,73 Juta ha dan telah terbentuk 7.780 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Dalam rangka mendukung percepatan pemberian persetujuan areal perhutanan sosial dengan target seluas 12,7 juta hektare dan program pemerataan ekonomi dilakukan peningkatan kualitas usaha KUPS.
FP V bertujuan untuk menerapkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan secara sosial, ekologi dan ekonomi di kawasan hutan yang dipilih, untuk memperbaiki kondisi ekosistem dan mata pencaharian masyarakat setempat dengan peningkatkan kapasitas para pihak terkait perhutanan sosial.
Baca Juga: KLHK: Masih ada 2,6 juta ha lahan sawit yang masuk kawasan hutan
Yakni melalui pendekatan hulu-hilir bertumpu pada produktivitas dan nilai tambah, fasilitasi model Perhutanan Sosial berkelanjutan melalui kewirausahaan untuk kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan dan iklim dan memperkuat petunjuk teknis perhutanan sosial di tingkat tapak dengan pendekatan pengembangan wilayah berbasis komoditi Perhutanan Sosial dengan kearifan lokal.
Terdapat 4 lokasi FP V yaitu: Kabupaten Sanggau di Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Sikka di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Garut di Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Madiun di Provinsi Jawa Timur.
“Model pengembangan ekonomi wilayah berbasis hutan adat akan dilaksanakan di Sanggau sehingga sumbangan ekonomi berbasis kearifan lokal pada PDRB meningkat,” kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (29/9).
Bambang mengatakan, model pengembangan 17 Kelompok Tani Hutan di Garut telah mampu mengubah pola sayur menjadi kopi agroforestry dan didukung koperasi pengolahan dan pemasaran kopi untuk ekspor mancanegara sehingga cocok untuk sekolah lapang.
Proses market chain bambu di Sikka dan Ngada dapat ditingkatkan melalui pembangunan industri pres bambu yang memungkinkan penurunan biaya transportasi ketika mereka menjualnya kepada offtaker bambu lamina di Bali sehingga mereka mendapat nilai tambah ekonomi.
Demikian juga di Madiun dengan potensi komoditi porang yang berorientasi kepada ekspor.
Bambang menjelaskan, perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
“Perhutanan sosial adalah salah satu kegiatan prioritas dalam pembangunan nasional, sebagai kebijakan afirmatif negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, dalam kontek distribusi pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat, yang sekaligus sebagai upaya untuk untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya hutan secara lestari dalam aspek ekonomi, sosial dan ekosistem,” jelas Bambang.
Selanjutnya: KLHK usul DAK bidang lingkungan hidup dan kehutanan ditingkatkan pada tahun 2022
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News