kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indef: Ekspor nasional masih mengandalkan komoditas


Rabu, 07 Februari 2018 / 23:35 WIB
Indef: Ekspor nasional masih mengandalkan komoditas
ILUSTRASI. Suasana Pelabuhan Tanjung Priok


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah boleh bangga hati nilai ekspor Indonesia pada 2017 meningkat. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 168,73 miliar meningkat dibandingkan capaian 2016 senilai US$ 145,19 miliar.

Namun jika ditelisik lebih lanjut, ada masalah mendasar dari performa ekspor nasional. Dari nilai ekspor 2016 sebesar US$ 145,19 miliar, sektor Migas berkontribusi sebesar U$$ 13,11 miliar, sementara non-Migas sebesar US$ 132,08 miliar.

Dijabarkan lebih lanjut, dari nilai tersebut industri pengolahan jadi penyumbang ekspor terbesar dengan nilai US$ 110,50 miliar atau sebesar 76,11%. Sedangkan dari industri pengolahan, sektor industri makanan merupakan yang paling besar kontribusinya dengan nilai US$ 26,27 miliar.

Sementara di industri makanan ekspor terbesar berasal dari Crude Palm Oil (CPO) dengan kontribusi 14,54% atau senilai US$ 15,96 juta.

"Selama ini kita berkutat di struktur ekspor yang sama, ekspor kita meningkat tapi ditopang oleh komoditas. Disumbang dari barang yg nilai tambahnya tak terlalu tinggi," kata peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus dalam diskusi Alarm Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi, Rabu (7/2) di Jakarta.

Peningkatan nilai ekspor pada tahun lalu sendiri dikatakan Heri akibat dari mengkilapnya harga komoditas.

Dan tentu saja hal tersebut tak bisa diharapkan terlalu lama, sebab minimnya diversifikasi produk ekspor akan menyebabkan sulit memanfaatkan peluang dari permintaan global, dan momentum nilai tukar.

Peneliti Indef lainnya yang hadir dalam acara Eko Listiyanto mengatakan, sebagai negara penghasip CPO terbesar produk CPO Indonesia memang kalah jauh dari negara tetangga macam Malaysia, dan Thailand.

Ia mencatat Indonesia hanya memiliki 47 jenis produk turunan CPO, sementara Malaysia telah mencapai 100 jenis lebih. Hal tersebut dikatakan Eko lantaran minimnya riset yang dilakukan soal diversity CPO.

"Yang miris itu, Malaysia kini sudah punya 19 inovasi paten di bidang sawit, sementara kita hanya 3. Bahkan Singapura yang negaranya isisnya hanya bangunan dan gedung punya 34 paten sawit," jelas Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×