Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengakui bahwa hanya ada tiga negara yang saat ini masih menjual minyak goreng curah, salah satunya ialah Indonesia.
Abdullah menyebut jika memang suatu saat minyak goreng curah akan dilarang dijualbelikan maka pemerintah diminta memiliki alternatif pengganti. Namun, alternatif pengganti jika minyak goreng curah dilarang beredar harus memiliki harga yang tak jauh berbeda dengan minyak goreng curah.
Pasalnya masyarakat kelompok bawah yang masih menggunakan minyak goreng curah lantaran harganya yang murah dan dapat dibeli secara eceran.
"Sebenarnya saya setuju jika penghapusan itu dilakukan tetapi dengan syarat harganya jangan melebihi terlalu jauh, atau disamakan dengan harga curah, itu sangat mungkin diterima. Tapi kalau tiba-tiba dihapus lalu tidak ada alternatif dengan harga yang sama maka masyarakat juga akan menolak dan keberatan," jelas Abdullah kepada Kontan.co.id, Minggu (6/11).
Baca Juga: Soal Wacana Penghapusan Migor Curah, Kemendag: Secara Alami Akan Beralih
Maka jika nantinya minyak goreng curah sudah tak beredar, harus sudah ada alternatif penggantinya terutama bagi konsumen masyarakat bawah. Menurutnya menjadi ironi dimana Indonesia sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia justru harga minyak goreng kemasannya masih terlampau mahal bagi masyarakat kelompok bawah.
Abdullah mengatakan, kebutuhan terbesar masyarakat terutama kelompok bawah masih didominasi minyak goreng curah. Tak hanya itu, industri kecil dan UMKM juga masih ada yang menggunakan minyak goreng curah.
"Artinya masyarakat ke bawah termasuk juga industri kecil UMKM itu masih di minyak curah. Kalau persentasenya mungkin masih 40% lebih masyarakat kelompok bawah yang masih memakai minyak goreng curah," imbuhnya.
Seharusnya tidak ada masalah, justru lebih higienis, mengurangi losses, memudahkan distribusi dan tidak semua daerah di luar Jawa utamanya daerah timur terbiasa dengan minyak goreng curah.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, minyak kemasan terbilang memiliki kualitas yang lebih baik. Selain itu dengan menggunakan minyak kemasan juga akan memudahkan distribusi dan mengurangi losses.
"Seharusnya tidak ada masalah [jika minyak goreng curah dihapus], justru lebih higienis, mengurangi losses, memudahkan distribusi dan tidak semua daerah di luar Jawa utamanya daerah timur terbiasa dengan minyak goreng curah," kata Eddy.
Penghapusan minyak goreng curah sempat dituangkan Pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan, pasal 27, minyak goreng curah hanya boleh beredar hingga 31 Desember 2021. Namun aturan tersebut tak jadi berjalan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Syailendra mengatakan, penghapusan peredaran minyak goreng (migor) curah tak bisa serta-merta dilakukan.
Pasalnya masyarakat di wilayah pelosok-pelosok masih ada yang menggunakan minyak goreng curah. Hal tersebut karena minyak curah yang dapat dibeli secara eceran, yang artinya masyarakat kecil dapat menjangkaunya.
Baca Juga: Realisasi Program Ekonomi Nasional Hingga 28 Oktober Baru Terserap 56,2%
Ia menegaskan bahwa secara gradual atau bertahap minyak goreng curah tak dapat langsung dilarang peredarannya. Menurutnya lambat laun secara alami masyarakat akan beralih ke konsumsi minyak goreng kemasan baik sederhana atau premium. Hal tersebut sejalan dengan daya beli masyarakat yang diharapkan terus meningkat.
"Kita lakukan semua secara gradual. Masih ada masyarakat juga yang di pelosok-pelosok itu yang membeli minyak goreng seperempat kilo atau seperempat liter. Jadi perlahan-lahan lah kita untuk itu," kata Syailendra.
Syailendra menilai dengan banyaknya pilihan minyak goreng saat ini yang ada di pasaran akan mendorong masyarakat yang masih menggunakan minyak goreng curah perlahan beralih. Ditambah saat ini sudah ada MinyaKita yang harganya diklaim sudah ada yang di bawah harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter.
"Nanti ke depan itu masyarakat yang akan membuat pilihan sendiri. Tapi sekarang ini sudah ada kecenderungan sejalan dengan kemampuan daya beli masyarakat, ada MinyaKita itu kan kualitasnya bagus. Migor kemasan juga sudah banyak ada di pasar rakyat. Harganya juga relatif sama aja," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News