Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengumumkan adanya temuan kasus omicron di Indonesia sebanyak 68 kasus. Kemudian data di negara lain yaitu Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Afrika terkait peningkatan kasus Covid-19 pada anak dalam beberapa minggu terakhir. Dimana sebagian besar kasus anak yang sakit adalah anak yang belum mendapat imunisasi Covid-19.
"Dengan adanya temuan kasus omicron di Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan anak yang dapat masuk sekolah adalah anak yang sudah diimunisasi Covid-19 lengkap 2 kali dan tanpa komorbid," tutur Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso dalam keterangan resminya, Senin (3/1).
Selain itu, Piprim menambahkan, selain siswa 100% guru dan petugas sekolah harus sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Sekolah juga diminta tetap harus patuh pada protokol kesehatan terutama fokus kepada penggunaan masker wajib untuk semua orang yang ada di lingkungan sekolah.
Kemudian sekolah wajib menyediakan fasilitas cuci tangan, setiap orang di lingkungan sekolah wajib menjaga jarak, tidak ada kegiatan makan bersamaan. Memastikan sirkulasi udara terjaga serta mengaktifkan sistem penapisan aktif per harinya untuk anak, guru, petugas sekolah dan keluarganya yang memiliki gejala suspek Covid-19.
Lebih spesifik, IDAI merekomendasikan untuk kategori anak usia 12-18 tahun, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan 100 % dalam kondisi tidak adanya peningkatan kasus Covid-19 di daerah tersebut, dan tidak adanya transmisi lokal omicron di daerah tersebut.
Baca Juga: 5 Kabar Baik Tentang Varian Omicron, Banyak yang Tidak Tahu
Namun, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan metode hybrid yaitu 50% luring, 50% daring apabila masih ditemukan kasus Covid-19 namun positivity rate di bawah 8%. Kemudian ditemukan transmisi lokal omicron yang masih dapat dikendalikan. Serta anak, guru, dan petugas sekolah sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 100%.
Adapun pembelajaran tatap muka (PTM) untuk kategori anak usia 6-11 tahun, IDAI merekomendasikan baru dapat dilakukan metode hybrid yaitu 50% luring, 50% daring. Metode PTM hybrid pada anak usia ini, dapat dilakukan apabila tidak adanya peningkatan kasus Covid-19 di daerah tersebut. Selanjutnya tidak adanya transmisi lokal omicron di daerah tersebut.
Namun, jika ditemukan tranmisi lokal varian omicron di lingkungan tersebut, IDAI tetap merekomendasikan PTM anak usia 6-11 tahun dilakukan secara hybrid, dengan catatan kasus omicron masih dapat dikendalikan.
"Anak usia 6-11 tahun, pembelajaran tatap muka dapat dilakukan metode hybrid (50% daring, 50% luring outdoor), dimana masih ditemukan kasus Covid-19 namun positivity rate di bawah 8%, ditemukan transmisi lokal Omicron yang masih dapat dikendalikan. Fasilitas outdoor yang dianjurkan adalah halaman sekolah, taman, pusat olahraga, ruang publik terpadu ramah anak," jelasnya.
Baca Juga: Perbedaan Karakteristik Covid-19 Varian Omicron dengan Varian Lain & Cara Mencegahnya
Hanya saja, untuk kategori anak usia di bawah 6 tahun IDAI menegaskan, pembelajaran tatap muka belum dianjurkan sampai dinyatakan tidak ada kasus baru Covid-19 atau tidak ada peningkatan kasus baru. Bagi anak usia di bawah 6 tahun, Sekolah dapat memberikan pembelajaran sinkronisasi dan asinkronisasi dengan metode daring dan mengaktifkan keterlibatan orang tua di rumah dalam kegiatan outdoor.
"Sekolah dan pemerintah memberikan kebebasan kepada orang tua dan keluarga untuk memilih pembelajaran tatap muka atau daring, tidak boleh ada paksaan. Untuk anak yang memilih pembelajaran daring, sekolah dan pemerintah harus menjamin ketersediaan proses pembelajaran daring," ujar Piprim.
Meski kasus Covid-19 di Indonesia tergolong mulai terkendali, IDAI terus menghimbau Pemerintah dan orang tua untuk segera melengkapi imunisasi rutin anak usia 6 tahun ke atas. Anak dianggap sudah mendapatkan perlindungan dari imunisasi Covid-19 jika sudah mendapatkan dua dosis lengkap dan proteksi dinyatakan cukup setelah 2 minggu pasca penyuntikan imunisasi terakhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News