Sumber: Kontan |
JAKARTA. Menjelang liburan akhir tahun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken Instruksi Presiden (Inpres) tentang Kebijakan Perberasan 2009. Dalam Inpres ini, Presiden telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang baru.
HPP beras 2009 ini sedikit lebih tinggi ketimbang HPP yang berlaku 22 April 2008 lalu. "Peningkatan ini terjadi dengan memperhatikan ongkos produksi dan harga yang layak bagi petani," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono kepada KONTAN, Senin (29/12).
HPP Gabah Kering Panen naik dari Rp 2.240 per kilogram (kg) menjadi Rp 2.400 per kg. Sedangkan HPP beras naik dari Rp 4.300 per kg menjadi Rp 4.600 per kg. Sementara itu, untuk HPP Gabah Kering Giling, Anton mengaku tak hafal. Yang pasti, HPP baru ini akan berlaku efektif per Januari 2009 nanti.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan HPP tahun depan naik. Deputi Menteri Koordinator Ekonomi Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi menyebutkan, beberapa faktor dalam penghitungan HPP itu antara lain adalah pendapatan petani, daya beli petani, stabilitas harga di tingkat konsumen, inflasi, dan kemampuan pemerintah dalam pengadaan beras untuk warga miskin (raskin).
Bayu optimistis, HPP baru ini bisa mendongkrak pendapatan petani yang menurun akibat harga komoditas merosot di akhir tahun. "Di satu sisi pendapatan mereka menurun namun di sisi lain karena penurunan harga BBM ada peningkatan daya beli petani," katanya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso menambahkan, kenaikan HPP ini juga memperhatikan daya beli masyarakat. Dia mengatakan, pemerintah tetap ingin agar masyarakat mampu membeli beras pada tahun depan.
Sayang, kenaikan HPP ini belum menggembirakan para petani. Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Rachmat Pambudy menilai, HPP tersebut belum sesuai dengan harga pasar.
Dia menginginkan HPP beras di atas Rp 5.000 per kg, HPP Gabah Kering Panen sebesar Rp 2.750 per kg, dan HPP Gabah Kering Giling sebesar Rp 3.000 per kg. Sebab, harga beras internasional sudah menyentuh US$ 500 hingga US$ 600 per ton. "Pemerintah harus konsisten karena dulu yang menjadi pijakan penghitungan impor dan harga juga harga beras internasional," katanya.
Selain penyesuaian dengan harga internasional, Rachmat juga melihat HPP tersebut belum mampu menutupi ongkos produksi petani. Maklum, upah tenaga kerja, bahan bakar traktor, penyewaan lahan dan alat produksi, benih, serta pupuk melonjak seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.
Sayang, Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Perum Bulog) yang akan bertugas membeli beras dari para petani belum memberikan tanggapan atas HPP baru ini. KONTAN belum berhasil menghubungi Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar.
Namun, sebelumnya, Bulog berharap HPP baru ini tak berbeda jauh dengan harga pasar. Dengan begitu, Bulog akan mudah membeli beras dari petani. Maklum, tahun depan, Bulog harus mampu menyediakan beras sebesar 3,8 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News