Reporter: Agus Triyono, Fahriyadi | Editor: Umar Idris
JAKARTA. Ibarat pertandingan olahraga, saat ini Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang sukses membawa Joko Widodo (Jokowi) terpilih sebagai presiden dalam pemilu presiden lalu mengalami kekalahan beruntun di parlemen dari kubu Koalisi Merah Putih (KMP) yang mendukung Prabowo Subianto.
Kekalahan ini tampak jelas saat berebut kursi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam dua momen politik tersebut, KIH dipaksa mengakui kekuatan KMP di Senayan.
Potret ketidakberdayaan Jokowi menghadapi parlemen ini menimbulkan kecemasan banyak pihak, terutama dari sisi iklim investasi dan stabilitas ekonomi. Kecemasan ini disampaikan oleh pengurus pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang juga Chairman Blue Bird Group Holding, Bayu Priawan Djokosoetono.
Bayu mengajak presiden terpilih Joko Widodo dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menjaga stabilitas iklim usaha di Indonesia agar pengusaha dapat menjalankan usahanya dengan optimal. "Apapun jalan keluarnya, presiden dan wakil presiden yang lebih tahu, apakah memperluas koalisi atau mengakomodir masukan parlemen," terang Bayu.
Para pengusaha kini menaruh perhatian terhadap hubungan pemerintahan baru dengan parlemen di DPR dan MPR yang kini telah direbut oleh Koalisi Merah Putih, koalisi partai pengusung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai presiden dan wakil presiden saat Pilpres lalu. Bayu mengatakan, "perhatian pengusaha saat ini ialah jangan sampai gejolak politik antara pemerintahan baru dengan parlemen memunculkan dinamika politik yang berlebihan sehingga mengganggu kepercayaan investor," tutur Bayu yang menjabat Bendahara Umum di HIPMI .
Tiga kebijakan terancam dihambat
Melihat hubungan pemerintahan baru dengan parlemen yang diperkirakan akan menciptakan tensi politik yang cukup tinggi, Bayu memperkirakan tiga kebijakan yang berpotensi akan terhambat.
Pertama, kebijakan tentang Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Sebagai pengusaha transportasi, Bayu sebenarnya senang jika harga BBM bersubsidi tidak naik, namun hal itu berdampak buruk bagi anggaran pemerintah. Kekhawatiran pengusaha, kebijakan kenaikan harga BBM ini dipolitisasi sehingga berdampak pada kekhawatiran investor. Akibatnya dana asing pun akan semakin besar keluar dari Indonesia sehingga melemahkan nilai tukar rupiah.
Kedua ialah konsistensi pembangunan infrastruktur. Kebijakan pembangunan infrastruktur ini sangat pnting bagi pengusaha karena berkaitan dengan kelangsungan usaha dan biaya (cost) perusahaan. "Kami khawatir kebijakan tersebut terhambat dengan hubungan pemerintah dan parlemen seperti sekarang," tutur Bayu.
Ketiga masalah penegakan hukum (law enforcement). Para pengusaha dan investor di pasar keuangan menilai law enforcement ini sangat penting karena akan memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha. HIPMI berharap masalah penegakan hukum ini perlu menjadi agenda parlemen, bukan hanya agenda pemerintahan baru. "Jangan smpai investor dan pengusaha akhirnya hanya wait and see, tidak merealisasikan investasinya, karena menilai tidak ada kepastian hukum," terang Bayu.
Sebelumnya, dalam konferensi pers yang diadakan tadi siang di Jakarta (8/10), Jokowi dan timnya menyatakan tetap percaya diri dalam menjalankan pemerintahan yang akan secara resmi berjalan mulai 20 Oktober mendatang.
Dalam konferensi pers tersebut, Sri Adiningsih, ekonomi Megawati Institute yang juga Tim Ekonomi Jokowi-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), mengatakan bahwa dominasi dari koalisi yang berseberangan dengan kubu Jokowi tidak akan menghentikan pemerintahan baru untuk menjalankan program prioritas yang sudah diusung saat kampanye lalu.
Sri yakin, meskipun tidak memperoleh dukungan suara mayoritas parlemen, Jokowi- JK mampu untuk menyukseskan program mereka. Keyakinan ini didasarkan pada pengalaman sejumlah pemimpin negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, yang walaupun tidak mendapat dukungan dari suara mayoritas di parlemen, tapi tetap bisa menjalankan programnya. "Pak Jokowi juga pernah mengalami itu saat menjadi Gubernur Jakarta dan dia tetap bisa menjalankan programnya," kata Sri, Rabu (8/10).
(Keterangan: Redaksi telah meralat penulisan jabatan Bayu Priawan Djokosoetono di berita ini. Sebelumnya tertulis Presiden Direktur Blue Bird Group. Jabatan yang benar adalah Chairman Blue Bird Group Holding. Terimakasih).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News