Reporter: Fahriyadi | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Proyek Mass Rapid Transit (MRT) belum memiliki titik terang. Keinginan Gubernur DKI Jakarta, agar beban investasi lebih besar dilakukan pemerintah pusat seolah-olah berhadapan dengan tembok tebal.
Akhir pekan lalu, Jokowi menyebut akan "angkat tangan" jika permintaannya tak diloloskan pemerintah pusat, karena merasa beban Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dalam proyek MRT sangatlah besar.
Namun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa berharap Gubernur (Jokowi) jangan cepat "angkat tangan" dulu untuk menghadapi persoalan pendanaan MRT tersebut.
"Warga Jakarta adalah rakyat Indonesia, berarti yang akan menggunakan MRT adalah warga Indonesia juga. Sedangkan APBN dan APBD ibarat kantong kiri dan kantong kanan jadi masih bisa dibicarakan lagi," kata Hatta di kantornya, Senin (10/12).
Hatta menyatakan, dengan duduk bersama, semua permasalahan bisa diselesaikan. Ia menyatakan, bahwa melihat MRT jangan pada situasi sekarang, melainkan kondisi pada tahun 2017, ia memperkirakan ketika itu APBD DKI sudah dua kali lipat dari jumlah saat ini
Mengenai peluang pemerintah pusat mengabulkan permintaan Jokowi, Hatta enggan menjanjikan apapun. Ia bilang dengan duduk bersama dalam satu forum nanti pemerintah pusat bisa mencari solusi bersama terutama soal sumber-sumber dana yang bisa untuk membiayai proyek itu.
"Permasalahannya kalau DKI macet total, negara kita dilihat negara lain. Intinya MRT dibutuhkan semua orang di Jakarta," katanya.
Sebelumnya, Jokowi meragukan, bahwa Pemprov DKI kuat memberi subsidi untuk proyek MRT. Ia bilang jika dihitung dirasa tak kuat, pihaknya bakal angkat tangan. "Angkat tangan itu artinya berat," katanya.
Jokowi bilang jika share investment sudah kelar, maka masalah belum selesai karena masih harus subsidi. Ia menghitung Pemprov harus menanggung Rp 28.000 per penumpang dengan asumsi harga tiket Rp 38.000 dan dijual dengan harga Rp 10.000 per penumpang agar terjangkau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News