Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan menghadiri deklarasi Hari Santri di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Kamis (22/10/2015) ini.
Deklarasi Hari Santri tak lepas dari pro dan kontra.
Berdasarkan agenda kepresidenan yang diterima wartawan, Jokowi dijadwalkan menghadiri deklarasi Hari Santri pada pukul 14.00 WIB bersama dengan Ibu Negara Iriana.
Pendeklarasian tersebut adalah bagian dari janji kampanye Jokowi dan Jusuf Kalla pada pemilihan presiden lalu.
Hari Santri ditetapkan untuk menghormati perjuangan kelompok santri yang tak lepas dari upaya meraih kemerdekaan Republik Indonesia.
Perjuangan ketika itu tak hanya dengan mengangkat bambu runcing, tetapi juga melalui perjuangan tokoh-tokoh Islam, seperti Hasyim Asyari, Ahmad Dahlan, dan HOS Cokroaminoto.
Pendeklarasian ini didukung penuh ormas Nahdlatul Ulama yang memiliki jaringan kuat di kalangan santri.
Namun, ada pula yang melayangkan protes, di antaranya Muhammadiyah.
Menurut Muhammadiyah, penetapan Hari Santri justru akan menciptakan sekat di antara bangsa Indonesia.
Keberatan PP Muhammadiyah itu juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden Jokowi.
Berikut kutipan isinya:
"Dalam pandangan kami penetapan Hari Santri potensial menimbulkan sekat-sekat sosial, melemahkan integrasi nasional, dan membangkitkan kembali sentimen keagamaan lama yang selama ini telah mencair dengan baik.
Selama ini, umat Islam -termasuk di dalamnya Muhammadiyah- berusaha meminimalkan bahkan jika mungkin menghilangkan sekat-sekat tersebut karena secara politik dan historis sangat kontra produktif serta bertentangan dengan semangat persatuan bangsa.
Penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober juga dapat menimbulkan kontroversi, membangkitkan sektarianisme, dan secara historis dapat mengecilkan arti perjuangan umat Islam yang berjuang membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bung Karno secara pribadi adalah seorang santri.
Karena itu penetapan Hari Santri pada 22 Oktober dapat menafikan peran para santri dan kalangan Islam yang tidak terlibat dalam peristiwa 22 Oktober.
Sehubungan dengan hal tersebut PP Muhammadiyah berkeberatan dengan penetapan Hari Santri.
Kalaupun pada akhirnya harus menetapkan hari bagi kalangan Islam tertentu sebagai janji politik sebaiknya dicarikan nama yang lebih tepat dan bersifat spesifik tanpa mereduksi aspirasi umat Islam secara keseluruhan."
(Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News