Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus mencermati pergerakan rupiah terutama ketika harga komoditas turun tajam. Namun, otoritas moneter ini mengklaim posisi cadangan devisa (cadev) masih dalam level aman. Sehingga, BI masih leluasa untuk menjinakkan rupiah.
Gubernur BI Agus D.W Martowardojo berpendapat, secara umum, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan kembali stabil tahun ini. Pernyataan The Fed yang berencana menaikkan suku bunga tahun ini justru memberikan kepastian.
Tantangan justru datang dari menukiknya harga minyak dan imbasnya ke harga komoditas lainnya. Hal ini akan membuat kurs dollar AS menanjak.
"Kami akan waspada kemungkinan adanya periode "super dollar AS" yaitu dollar cenderung menguat," ujar Agus, Senin (4/12).
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, hari ini, rupiah melemah 0,7% ke level Rp 13.898 per dollar AS. Dampak lain merosotnya harga komoditas adalah menurunnya ekpsor yang mayoritas masih berbasis komoditas.
Namun, Agus optimsitis neraca perdagangan tahun ini bisa membaik.
BI pun masih memiliki cukup amunisi untuk menyetabilkan rupiah. Cadangan devisa per akhir 2015, kata Agus, masih di atas US$ 100 miliar. Sehingga masih aman.
Sayang, ia masih enggan merinci komposisi dalam cadev terkini.
Hingga kuartal III-2015, porsi emas moneter sekitar 2,79% dari total cadev yang sebesar US$ 101,72 miliar. Jumlah ini setara dengan US$ 2,84 miliar.
Lalu, dalam bentuk special drawing rights (SDR) sekitar 2,43% atau sekitar US$ 2,47 miliar. Kemudian porsi posisi cadangan devisa di Dana Moneter Internasional (IMF) atau reserves position in the Fund sekitar 0,2% atau sebesar US$ 204 juta. Adapun, cadangan devisa lainnya mencapai 94,57% atau US$ 96,2 miliar.
Porsi ini relatif sama dengan komposisi cadangan devisa pada akhir 2014 yang totalnya mencapai US$ 111,86 miliar. Andry Asmoro, Ekonom Senior Bank Mandiri memperkirakan, volatilitas rupiah masih akan terjadi namun terbatas. Tantangan global yang menghadang memang datang dari segala penjuru.
Mulai dari ekonomi AS dan India yang berbeda arah dengan China dan Eropa. AS dan India melakukan pengetatan likuiditas, tetapi, China dan Eropa sebaliknya. Lalu, merosotnya harga minyak dan komodotas yang menyebabkan ekspor berbasis sumber daya alam melemah.
Sementara, impor bahan baku seperti kapas dan farmasi diperkirakan akan meningkat. Sehingga, terjadi ketimpangan antara ekspor dan impor. Andry memperkirakan, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tahun ini ada di kisaran Rp 14.300. Sedangkan, Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom Samuel Asset Management memprediksi rupiah akan ada di posisi Rp 13.842.
Adapun, dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016, pemerintah mengestimasi rupiah ada di level Rp 13.900 per dollar AS. Dengan asumsi, pertumbuhan ekonomi ada di level 5,3% dan inflasi di kisaran 4,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News