Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kondisi harga beras yang saat ini naik rerata 30% merupakan pukulan bagi buruh untuk mempertahankan kesejahteraannya. Kenaikan harga beras, sebagai kebutuhan sangat pokok tersebut pastinya akan menurunkan upah riil buruh.
"Kenaikan upah minimum yang rerata naik secara nominal hanya 10% tentunya akan gagal untuk membantu kesejahteraan kaum buruh di tahun 2015 ini," ujar Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar dalam siaran pers, Rabu (25/01).
Menurut survei OPSI (2010), kebutuhan pangan bisa mengambil sekitar 45% dari upah buruh. Ini artinya kenaikan beras rerata 30% akan sangat signifikan menguras upah buruh. Akibatnya, kenaikan harga beras akan signifikan mengganggu kebutuhan-kebutuhan pokok buruh lainnya.
"Kenaikan harga beras ini merupakan bukti kegagalan pemerintah mengendalikan inflasi," tegasnya.
Menurutnya, peran Bulog yang selama ini diharapkan dapat menstabilkan harga beras ternyata tidak mampu menghadapi permainan para spekulan dalam mengatur rantai distribusi beras. Pemerintah sepertinya tidak bisa mengantisipasi dan menyelesaikan kondisi ini.
"Akibat kegagalan pemerintah menstabilkan harga beras ini maka pemerintah harus bertanggungjawab dan harus mencarikan solusi supaya harga beras bisa normal kembali," tegasnya.
Ia menjelaskan, Bulog harus mampu melakukan operasi pasar di kawasan-kawasan industri, dan tentunya BPJS Ketenagakerjaan harus juga berperan untuk membantu kaum buruh dalam memenuhi kebutuhan beras. Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan bisa memberikan diskon harga beras kepada buruh/pekerja dengan menggunakan kartu BPJS Ketenagakerjaan yang dimiliki pekerja/buruh.
"Peran BPJS Ketenagakerjaan ini harus dilakukan, guna memenuhi amanat UU 40/2004 yaitu keterlibatan BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu kebutuhan pesertanya," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News