Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengacara mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo, Maqdir Ismail berharap Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan upaya paksa terhadap kliennya. Hal ini terkait ketidakhadiran Hadi dalam pemanggilan ketiga untuk diperiksa sebagai tersangka oleh KPK.
"Saya harap KPK tidak perlu menggunakan upaya paksa itu," kata Maqdir saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/4).
Menurut Maqdir, selama ini kliennya selalu memberitahukan alasan ketidakhadirnya kepada KPK sehingga tak perlu khawatir atas keberadaan kliennya. Apalagi, kata Maqdir, Hadi telah dicekal sejak April 2014 lalu dan tak mungkin meninggalkan Tanah Air.
"Kita harus berpikir secara jernih, bahwa penegakan hukum itu untuk mencari keadilan bukan karena kekuasaan. Apalagi kita selalu ada itikad baik terhadap KPK, kita selalu datang untuk menyampaikan alasan ketidakhadiran," ujarnya.
Pada panggilan pertama, Hadi tidak hadir tanpa keterangan. Sementara, pada panggilan kedua, Hadi beralasan mengalami gangguan jantung sehingga tidak dapat memenuhi panggilan KPK. Hadi kembali tak hadir pada pemanggilan ketiga, Jumat (10/4) lalu, dengan alasan tengah menunggu jalannya sidang praperadilan.
Sidang praperadilan Hadi sedianya digelar pada 30 Maret 2015 lalu. Namun, hakim memutuskan menunda sidang hingga dua pekan karena tim hukum KPK tidak menghadiri sidang.
Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan surat ketetapan pajak nihil pajak penghasilan (SKPN PPh) BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu, negara dirugikan senilai Rp 375 miliar. (Dani Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News