Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan perlunya kuda-kuda kuat oleh negara berkembang dalam menghadapi efek normalisasi kebijakan moneter negara-negara maju.
Apalagi belum lagi negara berkembang harus berjuang untuk pemulihan ekonomi negaranya masing-masing.
“Ini yang perlu kita pikirkan, bagaimana memperkuat daya tahan negara berkembang, termasuk Indonesia agar dampak normalisasi negara maju tetap bisa mendukung pemulihan ekonomi domestik dan stabilitas,” tutur Perry dalam Seminar on Strategic Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effect, Kamis (17/2).
Dalam hal ini, Perry memandang perlunya bauran kebijakan baik dari sisi pemerintah maupun bank sentral sebagai kuda-kuda utama.
Baca Juga: BI Pandang Keterbukaan Normalisasi Kebijakan akan Kurangi Dampak ke Negara Berkembang
Selain itu, kebijakan mengenai penanganan Covid-19 juga masih perlu dilakukan, mengingat sumber masalah sosial dan ekonomi saat ini adalah pandemi Covid-19.
Di Indonesia sendiri, BI sudah berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjaga dampak normalisasi kebijakan bank sentral negara maju. Ini dengan kebijakan mengelola nilai tukar rupiah hingga menjaga imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN).
Selain itu, BI juga sudah memutuskan untuk ikut melakukan normalisasi kebijakan moneter, yaitu dengan meningkatkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk mengurangi likuiditas.
Baca Juga: Indonesia-Korea Meneken Kerja Sama Kebanksentralan
Namun, Perry menekankan pengurangan likuiditas ini tak akan memengaruhi likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit maupun membeli SBN. Pasalnya, BI pun sudah duluan mengguyur likuiditas hingga 5,6% Produk Domestik Bruto (PDB) dalam dua tahun terakhir.
“Kami memastikan bank-bank masih bisa mendukung pemulihan ekonomi dengan menyalurkan kredit dan membeli SBN pemerintah,” tandas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News