kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Guru Besar FK Unpad Kusnandi ungkap perbedaan vaksin AstraZeneca dan vaksin Sinovac


Sabtu, 12 September 2020 / 08:07 WIB
Guru Besar FK Unpad Kusnandi ungkap perbedaan vaksin AstraZeneca dan vaksin Sinovac
Ketua tim riset FK Unpad Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), M.M.,


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -BANDUNG. Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad yang juga Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr., Sp.A(K), M.M., mengungkap alasan di balik uji klinis vaksin Covid-19 asal Tiongkok yang tengah dilakukan di Indonesia.

Menurutnya, vaksin yang dikembangkan perusahaan Sinovach, Tiongkok ini memiliki efektivitas cukup baik berdasarkan hasil uji klinis fase I dan II.

“Mereka (Sinovac) sudah lakukan uji klinis (vaksin) fase I dan II. Kita tinggal lakukan lanjutan uji klinis fase III,” ujar Prof. Kusnandi saat menyampaikan orasi ilmiah pada Upacara Peringatan Dies Natalis ke-63 Universitas Padjadjaran, Jumat (11/9) dikutip dari www.unpad.ac.id.

Berdasarkan hasil dari uji fase I dan II, Indonesia pun menjadi salah satu negara yang melakukan uji klinis fase III dari vaksin Sinovac ini, bersama dengan negara Brazil, India, Bangladesh, dan Turki. Dalam pelaksanaannya, Unpad dipercaya PT. Bio Farma sebagai eksekutor dari uji klinis fase III.

“Karena hasil uji klinis fase I dan II baik, kita lebih pede lakukan uji klinis (fase III),” kata Prof. Kusnandi.

Guru Besar bidang ilmu kesehatan anak ini menerangkan, saat ini dunia berlomba membuat vaksin Covid-19. Ada banyak calon vaksin, salah satunya adalah vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac.

Vaksin Sinovac memiliki perbedaan dengan calon vaksin Covid-19 lainnya. Prof. Kusnandi mengambil contoh perbedaan dengan vaksin AstraZeneca. Vaksin AstraZeneca dikembangkan dari dua virus hidup, yaitu adenovirus yang disuntikkan dengan Coronavirus.

Saat disuntikkan ke relawan, ditemukan kondisi di mana tubuh relawan “tidak cocok” dengan vaksin AstraZeneca, sehingga menyebabkan efek samping.

Berbeda halnya dengan vaksin asal Sinovac, vaksin ini dikembangkan dari virus Corona yang dimatikan, sehingga peluang untuk menyebabkan penyakit sangat kecil. Meski demikian, vaksin ini memiliki imunogenitas yang kurang baik, sehingga tim uji klinis harus menyuntikkan vaksin sebanyak 2 kali kepada relawan.

“Pada uji klinis di Indonesia ini kita melakukan 2 kali penyuntikan dengan jarak 14 hari,” papar Prof. Kusnandi.

Prof. Kusnandi menegaskan bahwa tim uji klinis vaksin Covid-19 di Unpad mengikutsertakan banyak ahli kedokteran dan penasehat medis. Total ada 102 tim medis yang ikut serta. “Moga-moga kami dapat berhasil,” kata Prof. Kusnandi.

Dalam Upacara Peringatan Dies Natalis ke-63 tersebut, Prof. Kusnandi Rusmil bersama Direktur Operasi Bio Farma M. Rahman Roestan menerima Anugerah Padjadjaran Utama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×