kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fraksi Gerindra Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Berlebihan


Selasa, 24 Mei 2022 / 16:26 WIB
Fraksi Gerindra Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Berlebihan
ILUSTRASI. Fraksi Partai Gerindra menilai, target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan berlebihan.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan di level 5,3% hingga 5,9% dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2023.

Fraksi Partai Gerindra menilai, target pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu berlebihan, lantaran kondisi ekonomi tahun ini saja masih diliputi ketidakpastian global, seperti inflasi, pengetatan moneter oleh bank sentral Amerika Seritat dan juga masih belum redanya geopolitik Rusia dan Ukraina.

“Kami berpandangan, target tersebut mencerminkan rasa percaya diri yang relatif berlebihan, mengingat tahun 2022 sebagai baseline RAPBN 2023 masih dipenuhi ketidakpastian akibat melonjaknya angka inflasi global, pengetatan moneter oleh bank sentral AS, dan belum redanya tensi geopolitik akibat konflik Rusia dan Ukraina,” tutur anggota DPR RI Fraksi Gerindra Sri Meliyana saat membacakan pandangan fraksinya, dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (24/5).

Baca Juga: Penerimaan Pajak Capai 44,8% dari Target Per April 2022

Dia mengatakan, kondisi perekonomian global telah mendorong International Monetery Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dari 4,4% menjadi 3,6%, dengan inflasi yang diperkirakan meningkat dari 3,9% menjadi 5,7% untuk kelompok negara maju, dan dari 5,9% menjadi 8,7% untuk kelompok negara berkembang.

Sementara di dalam negeri sendiri, lanjutnya, pemulihan ekonominya masih belum stabil. Secara tahunan memang sudah menunjukkan tren pemulihan. Namun, secara kuartalan masih mengalami tren penurunan.

“BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2021 mencapai 3,31% (qtq), lalu pada kuartal III-2021 menurun menjadi 1,55% (qtq), pada kuartal IV-2021 memperdalam penurunan menjadi 1,06%, dan kuartal I-2022 terbenam menjadi -0,96% (qtq)," kata Sri.

Selain itu, kontraksi ekonomi pada kuartal I-2022 tidak bisa dilepaskan dari menurunnya konsumsi pemerintah sebesar -7,74% (yoy). Hal ini patut disayangkan, saat komponen PDB lainnya mencatatkan pertumbuhan positif, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi, sehingga kurang optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kontraksi ekonomi pada kuartal I tampaknya sudah menjadi ‘tradisi’, bahkan sudah terjadi sebelum adanya pandemi Covid-19.

“Menurut catatan BPS, pada kuartal I-2019 ekonomi terkontraksi -0,52% (qtq), kuartal I-2020 terkontraksi -2,4% (qtq), kuartal I-2021 terkontraksi -0,94% (qtq), dan kuartal I-2022 terkontraksi -0,96% (qtq),” jelas Sri.

Baca Juga: Fraksi NasDem Minta Pemerintah Kaji Ulang Asumsi Minyak Mentah di 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×