Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, stabilisasi kurs rupiah menjadi prioritas dirinya di Bank Indonesia dalam jangka pendek. Sebagaimana diketahui, kurs rupiah mengalami pelemahan terhadap dollar Amerika Serikat (AS), terutama sejak awal Februari 2018.
Perry mengatakan, dalam rangka stabilisasi kurs rupiah, BI akan memprioritaskan kebijakan moneter. Caranya, dengan mengkombinasikan antara kebijakan suku bunga dan intervensi ganda.
"Kemarin (suku bunga) sudah naik 25 basis points (bps). Kami juga akan merencanakan untuk lebih pre-emptive, lebih front loading, dan lebih ahead the curve dalam merespon kebijakan suku bunga," kata Perry di Gedung Mahkamah Agung (MA), Kamis (24/5).
Sementara intervensi ganda, dilakukan dengan menyuplai pasar valas dan membeli surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder yang dijual asing.
Menurut Perry, tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh kenaikan yield US Treasury dan penguatan dollar AS. Awalnya, BI memperkirakan yield US Treasury di akhir tahun maksimal mencapai 2,75%. Nyatanya baru-baru ini yield US Treasury sudah melampaui 3%.
Kenaikan yield US Treasury dan penguatan dollar AS tersebut disebabkan oleh rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang lebih agresif dan defisit fiskal AS yang diperkirakan lebih tinggi dari semula, yaitu sebesar 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun ini dan 5% dari PDB di tahun depan.
Sehingga, "Menyebabkan capital outflow di hampir seluruh negara emerging," tambah Perry.
Sementara itu, kondisi domestik cukup baik. Hal itu terlihat dari inflasi yang masih terjaga di level 3,5% pada April 2018 dan diperkirakan akan mencapai 3,6% di akhir tahun. Inflasi inti juga demikian, tercatat sangat rendah di level 3,2% pada April 2018.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2018 ini tercatat cukup baik, sebesar 5,06%. Perry percaya pertumbuhan akan meningkat di kuartal kedua, ketiga, dan keempat tahun ini. Begitu juga dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit atau CAD) di kuartal I-2018 sebesar 2,1% dari produk domestik bruto (PDB) dan di akhir tahun diperkirakan di bawah 3% dari PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News