Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dengan tergugat antara lain PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dan Fireworks Ventures Limited, mencuat karena terjadi pemukulan yang dilakukan pengacara penggugat terhadap Hakim.
Namun bukan kasus pemukulan itu yang menarik. Diklaim ada fakta baru yakni Fireworks Ventures Limited ternyata bukan kreditur tunggal atas utang PT Geria Wijaya Prestige (GWP). Sebelumnya, pemberitaan di sejumlah media menyebutkan bahwa Fireworks adalah kreditur tunggal atas utang PT GWP.
Baca Juga: Pengacara Tomy Winata resmi ditahan di rutan polres Jakarta Pusat
Kuasa hukum Alfort Capital Limited, Sendi Sanjaya mengklaim bahwa pemberitaan mengenai Klaim Aset Kredit di BPPN yang menyebutkan Fireworks Pemegang Tunggal Hak Tagih GWP, sangat tidak berdasar pada hukum dan fakta yang ada.
Dalam keterangan tertulisnya kepada Kontan.co.id, (19/7), Sendi mengklaim bahwa sejarah kredit GWP, yang bermula dari rencana GWP membangun Hotel Kuta Paradiso. Untuk membangun Hotel tersebut, GWP meminjam uang dari tujuh bank, yakni Bank Dharmala, Bank Rama, Bank PDFCI, Bank Finconesia, Bank Artha Niaga Kencana, Bank Multicor, dan Bank Indovest.
Saat terjadi krisis moneter 1998, beberapa bank tersebut masuk dalam kategori bank yang perlu disehatkan karena terancam likuidasi. Tiga dari tujuh bank tersebut, yaitu Bank Dharmala, Bank Rama, dan Bank PDFCI, masuk dalam program penyehatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Baca Juga: Mahkamah Agung (MA) menyesalkan pengacara Tomy Winata serang hakim
Akibatnya, hak tagih ketiga bank tersebut beralih ke BPPN. Sedangkan keempat bank lainnya dinyatakan sehat, sehingga hak tagihnya tidak beralih ke BPPN.
Setelah mendapatkan pengalihan hak tagih dari ketiga bank tersebut (Bank Dharmala, Bank Rama, dan Bank PDFCI), BPPN kemudian melakukan lelang aset kredit, yang dimenangkan PT Millienium Atlantic Securities (MAS). Dalam perjalanan selanjutnya, MAS kemudian mengalihkan hak tagih kepada Fireworks Ventures Limited.
Dari konstruksi kasus tersebut, tampak bahwa Fireworks Ventures Limited hanya mengantongi hak tagih atas Bank Dharmala, Bank Rama, dan Bank PDFCI. “Fireworks hanya mendapatkan porsi hak tagih dari tiga bank pemberi pinjaman kredit. Oleh karena itu tidak benar klaim dari Fireworks yang menyatakan diri sebagai kreditur tunggal atas utang PT GWP,” tegas Sendi dalam keterangan pers, Jumat (19/7).
Sedangkan mengenai dasar kepemilikan hak tagih kliennya, yaitu Alfort Capital Limited, Sendi menjelaskan bahwa Bank Finconesia yang berubah nama menjadi Bank Agris, kemudian mengalihkan hak tagih kepada Alfort. Dengan demikian, Alfort juga merupakan salah satu kreditur atas utang PT GWP.
Baca Juga: Polisi tetapkan pengacara Tomy Winata yang menganiaya hakim sebagai tersangka
Sendi menambahkan, Alfort juga mengantongi putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap. Mulai dari putusan PN Jakarta Pusat Nomor 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 18 Agustus 2011 jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta nomor 187/PDT/2102/PT.DKI tanggal 17 Juli 2012 jo. putusan MA dalam kasasi nomor 1300 K/Pdt/2013 tanggal 19 Agustus 2013 jo. putusan MA dalam Peninjauan Kembali Nomor 232 PK/Pdt/2014 tanggal 17 September 2014 jo. putusan MA dalam Peninjauan Kembali Kedua Nomor 531 PK/Pdt/2015 tanggal 21 Maret 2106.
Baca Juga: Tomy Winata menyesali pengacaranya serang hakim PN Jakarta Pusat
Putusan tersebut menyatakan Bank Agris (sekarang Alfort Capital Limited) merupakan kreditur atas utang PT GWP. Sementara itu dalam persidangan Perkara No.223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst yang diajukan Tomy Winata dan berujung kericuhan, majelis hakim memutuskan bahwa Fireworks adalah satu-satunya pemegang hak tagih GWP, dan hal itulah yang diduga menjadi pemicu kemarahan Desrizal Chaniago, kuasa hukum Tomy Winata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News