kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45907,21   3,88   0.43%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Epidemiolog: GeNose terlalu terburu-buru digunakan


Rabu, 27 Januari 2021 / 14:48 WIB
Epidemiolog: GeNose terlalu terburu-buru digunakan
ILUSTRASI. Petugas mengetes kantong nafas milik pegawai PT KAI (Persero) dengan GeNose C19 di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (23/1/2021).


Sumber: Kompas.com | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Alat deteksi Covid-19 yang baru dikembangkan Universitas Gadjah Mada (UGM) bernama GeNose mengundang kritik. Sejumlah epidemiolog mengingatkan, GeNose masih dalam tahap uji sehingga pemerintah tidak bisa serta merta menggunakan alat tersebut untuk mendeteksi Covid-19 secara luas.

Apalagi, dijadikan syarat untuk melakukan perjalanan antarwilayah. Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, alat yang disebut bisa mendeteksi Covid-19 dari embusan napas itu harus disempurnakan terlebih dahulu sebelum digunakan secara luas.

"Semuanya terburu-buru. Semuanya ingin Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) senang karena Pak Jokowi itu mendorong adanya riset dan inovasi," kata Pandu kepada Kompas.com, Selasa (26/1).

Ia merujuk pada kementerian yang berlomba-lomba memberdayakan sebuah inovasi baru, meskipun dalam prosesnya acap kali menabrak prosedur kehati-hatian dan tidak memikirkan segala konsekuensinya karena tidak sempurna.

Baca Juga: Aturan terbaru naik kereta api: Bawa surat GeNose, rapid test antigen, atau PCR

Pandu pun mengingatkan agar pemerintah dapat mengambil keputusan dengan hati-hati dan tidak menabrak prosedur. "Ini kan kalau menteri sudah ngomong, seakan-akan valid. Menurut saya, tidak bisa begitu. Publikasi (GeNose) saja belum ada," tutur Pandu.

Ia juga berharap, pengembang dari GeNose dapat menyebarluaskan hasil uji coba alat tersebut terlebih dahulu. "Jadi janganlah diklaim bahwa alat ini bisa menggantikan tes-tes yang sudah valid. Kalau menurut saya, alat ini masih fase eksperimental, belum selesai, jadi masih belum meyakinkan," imbuhnya.

Hal yang sama disampaikan oleh epidemiolog Griffith University di Australia, Dicky Budiman. Menurut Dicky, alat yang masih dalam tahap uji itu belum bisa dijadikan alat tes Covid-19 di tengah situasi pandemi yang sangat serius sekarang ini.

Ia menuturkan, teknologi serupa sebenarnya sudah dikembangkan lama di sejumlah negara untuk mendeteksi penyakit, seperti kanker dan diabetes. Akan tetapi, belum ada satu negara pun yang menggunakannya, khususnya untuk pengendalian pandemi Covid-19.

"Sekali lagi dalam kondisi seperti ini kita jangan terburu-buru, sehingga bukannya meningkatkan respons terhadap pandemi, justru malah kontraproduktif," kata Dicky, Senin (25/1).

Akan digunakan mulai 5 Februari

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sebelumnya mengatakan, GeNose akan digunakan mulai dari 5 Februari 2021 di stasiun kereta api jarak jauh. Alat ini juga akan digunakan di terminal, namun pengecekan terhadap calon penumpang dilakukan secara acak.

Menhub Budi berharap penggunaan GeNose ini dapat lebih meringankan beban penumpang kereta api dan bus karena harga tes yang murah, yakni Rp 20.000.

"Katakanlah (harga tiket kereta) Jakarta-Bandung Rp 100.000, kalau mesti tes antigen Rp 100.000 lagi kan mahal. Dengan GeNose ini harganya hanya Rp 20.000," ujar Budi, Minggu (24/1).

Baca Juga: Sudah divaksin tetapi bisa positif Covid-19? Ini penjelasannya

Penulis : Ivany Atina Arbi
Editor : Ivany Atina Arbi

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Epidemiolog Sebut Penggunaan GeNose untuk Tes Covid-19 Terburu-buru dan Tabrak Prosedur".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×