kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Eksportir furnitur dinilai kurang jeli memanfaatkan peluang perang dagang AS-China


Rabu, 11 September 2019 / 09:30 WIB
Eksportir furnitur dinilai kurang jeli memanfaatkan peluang perang dagang AS-China
ILUSTRASI. Kerajinan rotan


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mendorong pengusaha mebel dan furniture untuk memanfaatkan pasar di Amerika Serikat yang terbuka menyusul perang dagang negeri itu dengan China, dengan mengenakan bea masuk 25%. 

“Kebutuhan impor (furniture) Amerika setahun untuk mebel itu kira-kira US$ 96 miliar. Nah,  pertanyaannya adalah kenapa ekspor furniture kita, total tapi ini ya, malah turun, sedikit,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution, Selasa (10/9).

Pemerintah, lanjut Darmin, mencatat sejumlah keluhan pengusaha seperti soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kayu log sebesar 10%, sehingga pasti akan dikurangi. “Kalau itu tadi Menteri Perindustrian mengatakan, sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan untuk menolkannya,” terang Darmin.

Ada lagi usulan  dalam bidang pembiayaan/financing, mereka juga banyak mengeluh tapi kan masalahnya tingkat bunganya sama saja, berlaku buat siapapun. Mereka mempertanyakan bunga deposito 5% sementara bunga pinjaman 12%, bedanya banyak banget.

Baca Juga: Pemerintah berikan insentif ekspor kayu log, begini respon industri mebel

Diakui Menko Perekonomian Darmin Nasution, memang ada pandangan di kalangan perbankan bahwa industri kayu itu sunset. Nah itu bagaimana nanti akan dicek dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dengan perbankan, bener enggak itu.

Selain itu para pengusaha juga mengeluhkan masalah kewajiban mengurus SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) meskipun untuk ekspor ke negara yang tidak mewajibkan pencantuman SVLK.

“Mereka juga menyadari bahwa itu sudah disetujui pemerintah dengan Uni Eropa. Nah, yang mereka sampaikan lebih banyak begini kalau mengenai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), ya kalau ke negara yang tidak wajib SVLK enggak usah lah kita harus mengurus SVLK, gitu. Karena di aturan Menteri Perdagangannya itu kena semua. Pokoknya produk kayu kena,” ungkap Darmin.

Baca Juga: Dorong ekspor kayu dan mebel, pemerintah akan potong PPN hingga tak wajibkan SVLK

Padahal yang mewajibkan itu ada 4 negara, kelompok negara yakni EU, Kanada, Australia, dan Inggris. Di luar Amerika tidak ada SVLK. “Masuk akal sekali, ya kan, tapi memang harus ditinjau Peraturan Menteri Perdagangan,” sambung Darmin. 

Sebagai gambaran, biaya mengurus SVLK itu cukup gede, kira-kira Rp20 juta-Rp 30 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×