Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah membuktikan niatnya untuk 'berjihad' konstitusi. Senin (20/4), organisasi keagamaan itu melayangkan gugatan uji materi tiga Undang-Undang (UU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tiga UU yang digugat adalah UU No.24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar, UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. Selain PP Muhammadiyah, sejumlah akademisi dan organisasi masyarakat lainnya turut mengajukan gugatan serupa. Yakni, Iress, Serikat Pekerja PLN, Asosiasi Pedagang Kaki Lima, dan pengamat Ichsanudin Noorsy serta pengusaha Fahmi Idris.
Rupiah liar sejak 1997
Ada tujuh pasal di UU Lalu Lintas Devisa yang disoal dalam uji materi (lihat tabel).
Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PP Muhammadiyah Saiful Bahri mengatakan, UU Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar, selain bertentangan konstitusi, aturan ini berpotensi merugikan negara karena memberi kebebasan bagi masyarakat memiliki dan menggunakan devisa secara bebas. Akibatnya, pergerakan rupiah jadi liar. “Setiap orang bisa membeli dan melepas devisa kapanpun,” kata Saiful, kemarin.
Efek pemberlakuan UU Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar serta UU Penanaman Modal, menyebabkan nilai tukar rupiah rapuh. Pada era Presiden Soeharto, kata Ichsanudin Noorsy, pergerakan rupiah masih relatif landai. Tapi, sejak nilai tukar rupiah dilepas ke sistem pasar secara bebas sejak 14 Juli 1997, fluktuasi rupiah menjadi liar tanpa kendali hingga saat ini.
Akibatnya, harga kebutuhan pokok tidak terkendali. “Stabilitas harga adalah hajat hidup orang banyak. Ketika sudah terganggu, apa masih mau dibilang peraturan pemerintah baik?” tanya Ichsanudin.
Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Iress menimpali, pemberian peran swasta dalam usaha kelistrikan seperti diatur UU Ketenagalistrikan, membuka potensi penguasaan listrik oleh swasta. Padahal, listrik salah satu sumber penting dan hajat hidup rakyat. “Pengelolaan listrik oleh PLN harus dijamin. Kini peran PLN tidak utuh, ada swasta masuk,” kata Marwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News