Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) merilis Survei Konsumen Januari 2018. Hasilnya, keyakinan konsumen masih berada di level optimistis, walaupun terjadi penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
"Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Januari 2018 sebesar 126,1 tidak berbeda signifikan dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 126,4," tulis survei BI.
Penurunan IKK disebabkan oleh penurunan dua komponen pembentuknya yaitu Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) yang turun 0,3 poin dari 115,1 pada Desember menjadi 114,8 pada Januari dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) yang merosot 0,2 poin dari 137,6 pada Desember lalu menjadi 137,4 pada Januari.
Sementara dari aspek ekspektasi harga konsumen memperkirakan adanya penurunan tekanan harga pada April 2018. Indeks Ekspektasi Harga (IEH) pada tiga bulan mendatang turun 2,1 poin menjadi 171,1 dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 173,2.
Penurunan tekanan kenaikan harga disebutkan lantaran kekhawatiran konsumen terhadap kenaikan harga BBM dan tarif listrik yang mula mereda, serta perkiraan meningkatnya ketersediaan bahan pangan.
Hal berbeda terjadi pada IEH 6 bulan, dan 12 bulan mendatang. IEH pada Juli 2018 meningkat 1,6 poin menjadi 180. Sementara IEH pada Desember 2018 meningkat 1,4 poin menjadi 180,1.
Itu artinya, konsumen hanya optimisme hingga tiga bulan awal 2018, sisanya pada enam bulan, dan 12 bulan mendatang konsumen meyakini adanya kenaikan harga.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, hal tersebut terjadi lantaran menyambut Idul Fitri dan liburan sekolah. "Karena biasanya 6 bulan ke depan mendekati hari raya, libur sekolah makanya konsumen dalam 6 bulan ke depan memperkirakan akan terjadi kenaikan harga," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (6/2).
Meskipun di kuartal awal terjadi optimisme konsumen, Josua mengingatkan bahwa dari Survei Konsumsi BI tersebut, konsumen masih akan menahan konsumsi.
Ekonom Indef Bhima Yudistira menambahkan, salah satu penyebab menurunnya IKK adalah soal tren harga minyak dunia yang terus meningkat. Sehingga berpotensi mengerek harga BBM.
Dengan kondisi seperti itu, ia menilai pemerintah memang tak punya opsi banyak. Meskipun menurut Bhima sebaiknya pemerintah memang tidak melakukan penyesuaian harga BBM karena tingkat konsumsi masyarakat sedang turun.
Ia menyarankan agar pemerintah dapat melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Pertamina hingga Rp 20 trilliun untuk menjaga harga BBM. Sebab, jika harga energi yang disubsidi tidak dikendalikan maka harga bahan pangan yang diatur pemerintah (administered price) akan naik signifikan.
Josua juga menilai kenaikan harga BBM akan memengaruhi seluruh sektor penyumbang terbesar inflasi. "Seandainya dinaikan ada dampak langsung, transportasi naik, biaya soal transportasi naik," katanya saat dihubungi KONTAN, Selasa (6/2).
Meski demikian Josua melihat belum ada sinyal dari pemerintah untuk mengerek harga BBM. Lantaran daya beli masyarakat yang masih lemah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News