Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Kajian LPEM FEB UI Febrio N Kacaribu melihat, dalam rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) hari ini, BI masih perlu mempertahankan suku bunga acuan dan menambah intervensi langsung di pasar valas. Sebab, tekanan pada Rupiah akibat ekspektasi kenaikan suku bunga sebanyak empat kali oleh Fed di tahun ini masih mungkin meningkat khususnya menjelang rapat the Fed.
“Kami memandang, saat ini Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga acuan paling tidak sampai Juni 2018 setelah kenaikan Fed funds rate yang kedua tahun ini di bulan Juni,” ujarnya dalam riset yang dikutip Kontan.co.id, Kamis (17/5).
Ia juga menyoroti tren domestik di bulan April masih belum menunjukkan perubahan berarti dari sejak 2017, dimana cerita utama yang terlihat adalah bahwa permintaan dalam negeri masih belum sepenuhnya pulih.
Tren ini terlihat jelas pada inflasi year on year di bulan Maret, dimana inflasi umum dan inflasi inti masing-masing berada di tingkat 3,41% dan 2,69%, tidak banyak berubah dari bulan sebelumnya (3,40% dan 2,67% pada bulan Maret).
“Tingkat inflasi di bulan April 2018 ini tergolong masih sangat rendah, mengingat terdapat kenaikan harga BBM non-subsidi di akhir bulan Maret 2018 dan bahwa harga beberapa komoditas, terutama beras, masih relatif tinggi selama masa panen di bulan April,” kata Febrio.
Ia menyebut, inflasi inti yang relatif stagnan 2,7% dan pertumbuhan konsumsi Triwulan-I 2018 yang masih di bawah 5% menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam negeri masih sangat rentan terhadap faktor-faktor negatif, terutama terkait dengan suku bunga.
“Kenaikan suku bunga akan meningkatkan bunga deposito secara langsung, sedangkan bunga kredit tidak akan terlalu berubah di jangka pendek,” ujar Febrio.
Di sisi lain, terdapat risiko inflasi yang timbul dari skenario kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar di tahun ini, meskipun pemerintah masih berjanji untuk mempertahankan harga BBM sepanjang tahun ini.
Ia melihat, harga bahan bakar minyak dunia yang terus naik membuat biaya fiskal untuk mempertahankan harga BBM terlalu tinggi serta membuat kenaikan harga BBM di tahun ini dalam rangka mengendalikan defisit anggaran menjadi sangat mungkin.
“Melihat bahwa kenaikan harga BBM akan menimbulkan supply shock yang cukup besar (kenaikan inflasi dan penurunan tingkat konsumsi), BI perlu mulai berkoordinasi dengan pemerintah dalam mengantisipasi peluang kenaikan harga BBM bersubsidi di tahun ini,” kata Febrio.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui depresiasi rupiah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Selain itu, BI juga mengatakan bahwa memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7DRR).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News