Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri kripto di Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Banyak aspek yang perlu menjadi perhatian untuk mendukung kripto sebagai salah satu instrumen investasi yang aman dan nyaman.
Seperti belum lama ini, salah satu exchange kripto di Indonesia yakni PT Tumbuh Bersama Nano dengan aplikasi bernama Nanovest baru usai diterpa masalah. Kegagalan transaksi jual kripto, lambannya penarikan dana (withdraw) hingga prosedur pengembalian dana nasabah menjadi sorotan.
Mulanya persoalan tersebut ramai di sosial media “X” karena beberapa nasabah melaporkan tidak bisa melakukan penarikan dana. Sementara itu, pihak Nanovest menjelaskan bahwa permasalahan tersebut terjadi karena keterbatasan terhadap koin kripto tertentu.
Salah satu nasabah Nanovest yang merasa dirugikan adalah Geoffrey Aten. Dia mengalami kendala jual koin kripto “Mew”, hingga akhirnya menjual kepemilikan seluruhnya di koin tersebut lebih dari Rp 1 miliar yang terjadi pada 20-21 Juli 2024.
Baca Juga: Transaksi QRIS Meningkat, DANA Bukukan Kinerja Positif Tahun 2023
Geoffrey merasa keberatan dengan permasalahan likuditas koin menjadi alasan di balik kelambanan withdraw. Menurutnya, koin tertentu seperti Mew atau Cat in a Dog’s World merupakan salah satu nama besar di jajaran meme coin dan juga termasuk dalam ekosistem Solana.
“Beli sampai miliaran tapi tidak ada warning (peringatan), lalu beralasan masalah likuiditas?, Pertanyaan saya koinnya benar dibelikan atau tidak,” jelas Geoffrey kepada Kontan.co.id, Kamis (1/8).
Geoffrey menuturkan, akibat kesulitan untuk melakukan penarikan di koin Mew, akhirnya dirinya memutuskan untuk memindahkan asetnya di koin meme tersebut sebagian ke Solana dan Rupiah dengan rincian masing-masing Rp 500 juta pada Minggu, 21 Juli 2024.
Hanya saja, permasalahan lainnya muncul. Dana sebesar Rp 500 juta di Solana bisa ditarik, namun dana yang dialihkan ke Rupiah masih nyangkut sebesar Rp 250 juta. Ini berkaitan dengan limit penarikan dana sebesar Rp 250 juta per hari di Nanovest, sehingga transaksi tidak bisa dilakukan Geoffrey dalam satu hari.
Pada Senin (22/7) sore, Geoffrey belum mendapatkan sisa dananya, sehingga meminta untuk pencairan segera kepada Hutama Pastika alias Tommy selaku CEO Nanovest. Sebelumnya Tommy menghubungi lebih dulu Geoffrey untuk menjelaskan duduk perkara terkait pencairan dana di Nanovest tersebut.
Singkat cerita, Tommy menawarkan transaksi over the counter (OTC) atau transaksi di luar platform/aplikasi kepada Geoffrey. Tommy akhirnya mengirimkan dana sebesar Rp 250 juta ke rekening Geoffrey.
Namun, tawaran transaksi manual itu diakui Geoffrey baru diinformasikan setelah dirinya mengetahui saldo di Nanovest sudah kosong. Hal ini kemudian menjadi pertanyaan, apakah Centralized Exchange (CEX) memiliki overide untuk mendebit saldo nasabah tanpa dokumen atau tanpa surat perintah nasabah.
Di samping itu, Geoffrey menyoroti bahwa belum hadirnya lembaga kustodian kripto sebagai tempat penyimpanan dana menjadi kekhawatiran nasabah. Sebab, dana yang dikelola langsung exchange kripto bisa jadi digunakan untuk staking, Defi dan lain-lain, tanpa sepengetahuan nasabah.
Geoffrey mengakui bahwa tindakannya menguras habis saldo di Nanovest merupakan bentuk kekhawatiran. Sehingga, Geoffrey meminta untuk bisa mendapatkan kembali koin “Mew” yang telah ditarik di Nanovest.
Kedua pihak pun telah berkomunikasi, namun Nanovest hanya memulihkan sekitar 11 juta dari 13 juta koin milik Geoffrey lewat transaksi manual. Hal ini dianggap merugikan bagi nilai investasi Geoffrey di koin Mew tersebut, serta pengembalian dana tidak memperhitungkan biaya lainnya seperti biaya swap dari Mew ke Solana.
Adapun Geoffrey akhirnya memutuskan untuk menjual seluruh kepemilikannya di Nanovest. Dia berharap permasalahan ini dapat menjadi dorongan bagi regulator untuk transparansi transaksi, justifikasi transaksi, serta memprioritaskan transaksi kripto dari seluruh nasabah.
Di sisi lain, pihak Nanovest telah memberikan pernyataan bahwa transaksi pembelian kembali Koin Mew tersebut sebanyak 11,4 juta koin dan telah dikirimkan ke crypto wallet milik Geoffrey di luar aplikasi Nanovest. Semua biaya yang timbul untuk pembelian dan pengiriman aset kripto tersebut sepenuhnya sudah ditanggung Nanovest sebagai bentuk itikad baik.
“Sehingga semua aset kripto pengguna telah berada di crypto wallet sejak tanggal 24 Juli 2024 pukul 16.41 WIB,” ungkap Nanovest dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/7).
Nanovest juga menyampaikan bahwa dapat disimpulkan tidak ada kerugian finansial yang ditimbulkan dari perkara tersebut, melainkan pengguna telah mendapatkan profit atas transaksinya.
Pengguna dalam hal ini Saudara Geoffrey melakukan total pembelian aset kripto Mew di Nanovest sejak 13 Mei 2024 hingga 21 Juli 2024 sejumlah total 15,4 juta koin atau sekitar Rp 1 miliar. Dan pengguna telah melakukan penjualan koin Mew dengan jumlah yang sama dan berhasil mendapatkan total penjualan sebesar Rp 1,3 miliar atau catatkan profit sebesar 29% pada transaksi tersebut.
Sementara itu, terkait persepsi transaksi “manual”, Nanovest menjelaskan bahwa cara tersebut bukan merupakan transaksi yang dilakukan di luar platform, namun merupakan mekanisme penyelesaian dari masalah yang terjadi.
“Bahwa mekanisme penyelesaian ini dilakukan karena jumlah volume transaksi aset kripto MEW yang besar, serta untuk menghindari terjadinya perubahan harga yang signifikan pada pasar yang mana juga sebelumnya sudah disepakati dalam komunikasi antara pengguna dan Nanovest,” sebut Nanovest.
Ketua Umum Asosiasi Perdagangan Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) Robby, tidak berkomentar banyak terkait perkara Nanovest yang mana ikut terdaftar sebagai bagian dari asosiasi. Yang jelas, asosiasi telah berupaya menjembatani kedua belah pihak dengan harapan dapat diselesaikan sesuai dengan prosedur yang sudah disepakati pihak terkait.
“Mengenai hal lainnya, kami belum bisa memberi tanggapan lebih lanjut, sebab masih memerlukan perkembangan informasi lanjutan,” imbuh Robby kepada Kontan.co.id, Kamis (1/8).
Dihubungi terpisah, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Tirta Karma Senjaya mengatakan, proses kliring dan kustodian sejauh ini masih dalam proses transisi. Pengawasan aset kripto pun masih dalam proses peralihan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ditargetkan rampung pada Januari 2025.
“Secara administrasi para, Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) sedang proses menjadi PFAK dengan menjadi anggota kliring KKI dan ICC,” jelas Tirta saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (1/8).
Adapun Bappebti pada Januari 2024 lalu telah memberikan persetujuan operasi untuk dua lembaga yaitu, PT Kliring Komoditi Indonesia (KKI) sebagai Lembaga Penjamin dan Penyelesaian Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto. Sementara PT Kustodian Koin Indonesia (ICC) sebagai Lembaga Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto.
Hadirnya dua lembaga tersebut diharapkan akan semakin memperkuat lembaga Self-Regulatory Organizations (SRO) di Indonesia yang terdiri dari Bursa, Lembaga Kliring, dan Lembaga Penyimpanan Aset Kripto.
Selain itu, Tirta menyarankan untuk investor kripto harus cerdas dan hati-hati dalam memilih aset-aset kripto. Konsumen atau investor kripto dapat memilih koin-koin yang sudah masuk whitelist daftar koin yang legal di Indonesia sebanyak 545 aset kripto.
Baca Juga: Waspadai Penipuan Kripto Modus Pig Butchering Scam, Ini Daftar Pedagang Kripto Resmi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News