Reporter: Agus Triyono, Fahriyadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Di tengah kecemasan pengusaha atas kegaduhan politik, angin segar bertiup dari Kementerian Perdagangan (Kemdag).
Kemdag telah merampungkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7/2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman Aturan ini bahkan sudah diteken Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan siap diundangkan dalam waktu dekat ini.
Isinya: pertama, revisi aturan ini tak hanya berlaku untuk waralaba makanan dan minuman saja, tapi berlaku juga untuk ritel modern. Ini artinya tak ada lagi perbedaan aturan antara usaha waralaba untuk resto, kafe, bar, rumah makan dengan peritel modern.
Kedua, usaha waralaba, apapun jenisnya, yang dimiliki sendiri atau company owned maksimal 250 gerai. "Di atas itu, para pemilik wajib membuka waralaba atau bekerjasama dengan pola penyertaan modal dengan pihak lain,” ujar Sri Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag kepada KONTAN, Rabu (8/10).
Ketiga, aturan tersebut tidak berlaku surut. Dengan begitu, para pemilik usaha waralaba yang gurita gerainya sudah mencapai ratusan bahkan ribuan tidak perlu lagi melepas kepemilikannya. Dengan berlakunya revisi aturan ini, tenggang waktu divestasi yang diberikan pemerintah yakni lima tahun juga tak berlaku.
Terakhir, terwaralaba boleh meningkatkan kepemilikannya minimal 51% dari sebelumnya hanya 41%.
Revisi aturan dilakukan lantaran pengusaha kesulitan mendivestasikan gerai ke pihak lain. Apalagi, nilai investasi untuk menjadi terwaralaba makanan dan minuman terbilang besar. "Revisi ini usulan pengusaha," tandas Amir Karamoy, Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ke KONTAN (9/10).
Jika pemerintah kemudian meloloskan usulan pengusaha ini menjadi kabar baik bagi pengusaha lokal. Sebab, "Pengusaha lokal bisa memiliki saham sampai 100% sehingga bisa mengontrol usaha sendiri," ujar Amir.
Tapi di sisi lain, revisi aturan tersebut menghapuskan semangat untuk memberikan kesempatan bagi pengusaha lokal untuk memiliki bisnis waralaba yang sudah terbukti berprospek bagus, seperti waralaba makanan dan minuman asing yang kini banyak bertebaran di Tanah Air. "Apalagi, aturan ini tak berlaku surut, " ujar Hendi Setiono, pemilik waralaba Baba Rafi.
Ia khawatir, banyaknya jumlah gerai yang bisa dimiliki sendiri oleh pewaralaba akan membuat persaingan bisnis ketat. Apalagi, kata Hendi, aturan pembatasan maksimal gerai sebanyak 250 gerai juga berlaku bagi pengusaha lokal. Alhasil, kata Hendi, aturan ini percuma saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News