Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menghebohkan dunia dengan merilis Panama Papers, kemarin Minggu (5/11), International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) kembali merilis hasil investigasi global mengenai rahasia finansial kaum kaya dan berkuasa. Laporan ini dinamakan Paradise Papers.
Terkait adanya laporan ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan menindaklanjuti data dan informasi yang ada. Tak hanya dari satu sumber, tetapi dari berbagai sumber.
“Kami akan coba dapatkan data secara lebih lengkap dan detail,” kata Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, Senin (6/11).
Hestu melanjutkan, hal ini dilakukan sebagai langkah untuk memastikan kepatuhan wajib pajak (WP) terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, akan dilakukan pengecekan apakah ada harta dari nama-nama wajib pajak Indonesia tersebut yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan atau belum dideklarasikan dalam Tax Amnesty.
Namun demikian, Hestu mengaku, pihaknya tidak bisa menyampaikan nama-nama WP yang ditelusuri tersebut. “Kami tidak dapat menyampaikan ke publik secara spesifik atas WP tertentu karena rahasia jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU KUP dan Pasal 21 UU Amnesti Pajak,” ujar Hestu.
Ia mengatakan, informasi yang beredar selama ini, mulai Panama Papers, Transfer melalui Stanchart dari Guernsey, dan Paradise Papers ini, sebenarnya mendahului pelaksanaan keterbukaan informasi perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) yang akan efektif pada September 2018 di Indonesia.
Oleh karena itu, Hestu mengatakan, pada saat program ini sudah berjalan efektif, informasi yang kita terima akan lebih detail, luas, dan sah.
Asal tahu saja, ICIJ melansir, total ada 120 politikus dari seluruh dunia yang namanya tersangkut dalam dokumen ini, termasuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong.
Namun, adanya perusahaan yang berdiri di yuridiksi bebas pajak tak selalu berarti merupakan upaya penggelapan pajak. Bagi sebagian perusahaan multinasional, memiliki perusahaan offshore bisa menghindari pembayaran pajak berganda dari beberapa negara yang menjadi lokasi beroperasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News