Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test
JAKARTA. Dirjen Imigrasi mencekal 14 pemimpin perusahaan tambang batubara selama 6 bulan mulai Agustus 2008 hingga 27 Januari 2009. Dirjen Penyidikan dan Penindakan Imigrasi Syaiful Rahman mengatakan pencekalan tersebut dilakukan karena adanya surat Menteri Keuangan yang dikirim ke Dirjen Imigrasi terkait masalah piutang perusahaan tersebut kepada negara.
Data Departemen Keuangan menyebutkan pencekalan terhadap direksi PT Arutmin terkait piutang negara senilai US$ 75,4 juta. Sedangkan pencekalan terhadap direksi KPC karena piutang negara senilai US$ 127,1 juta, pencekalan terhadap Edwin Soerjadjaja karena piutang negara senilai Rp 144,8 miliar dan US$ 93,5 juta, pencekalan Jeffrey Mulyono karena piutang negara di Departemen ESDM senilai Rp 312 miliar dan US$ 26 juta.
Menurut Syaiful, pencekalan itu berdasarkan dua surat Ditjen Imigrasi. Surat pertama Nomor INI.5.GR.02.06- 3.20365 tertanggal 1 Agustus 2008 berlaku sampai 27 Januari 2009. Surat ini untuk pencekalan Kazuya Tanaka, Endang Ruchiyat, Ferry Purbaya Wahyu, Edi Junianto Soebari, Roslan Perkasa Roslani, Ari Saptari Hudaya, Kenneth Patrick Farrel, Edwin Soerjadjaja, Jeffrey Mulyono, Mualin Tantomo, dan Hendra Tjoa.
Sedangkan surat Ditjen Imigrasi INI.5.GR.02.06-3.20368 yang dikeluarkan sejak 5 Agustus dan dicekal sampai 27 Januari 2009 adalah untuk Abdullah Popo Parulian dan Hanibal S Anwar dan surat INI.5.GR.02.06-3.20369 untuk Nalinkant Amratlal Rathod.
Sementara itu, Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan bahwa 14 pengusaha batubara yang dicekal oleh Dirjen Imigrasi saat ini masih mempunyai urusan dengan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). "Oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) diserahkan ke Menkeu untuk dilakukan pengurusan piutang. Nah, salah satu langkah pengurusan piutang itu adalah dengan melakukan pencegahan," kata Hadiyanto.
Hadiyanto mengatakan bahwa urusan piutang antara negara dengan para pengusaha itu sudah cukup lama, sehingga utang keenam perusahaan itu sudah mencapai Rp 3 triliun. “Dalam sebuah perusahaan penanggung jawab urusan piutang negara itu termasuk komisaris dan direksi,” tambah Hadiyanto. Akibatnya, semua orang yang bertanggungjawab harus dicegah lari ke luar negeri.
Hadiyanto berjanji, setelah utang dibayar maka pencekalan akan langsung dicabut. Pemerintah tidak mempunyai kepentingan mencekal orang yang tak mempunyai utang ke negara. "Besok lusa lunas, juga bisa dicabut. Saya yang neken, saya yang janji," katanya. Dengan pencekalan itu, maka pemerintah akan mudah untuk memanggil para pengusaha tersebut.
Menurut Hadiyanto, selama ini belum ada itikad baik dari para pengusaha itu untuk membayar utang-utangnya. Lebih dari setahun urusan piutang ini ditangani oleh PUPN namun tidak ada indikasi mereka akan melunasi utangnya.
"Selama setahun lebih belum ada tanda-tanda mau membayar. Kalau begitu kan harus meningkat penagihannya ke tingkat yang lebih tinggi. Lebih memaksa," tegas Hadiyanto.
Nama | Perusahaan | Jabatan |
Kazuya Tanaka | PT Arutmin Indonesia | Direktur |
Endang Ruchiyat | PT Arutmin Indonesia | Direktur |
Ferry Purbaya Wahyu | PT Arutmin Indonesia | Direktur |
Edi Junianto Soebari | PT Arutmin Indonesia | Direktur |
Roslan Perkasa Roslani | PT Arutmin Indonesia | Komisaris |
Ari Saptari Hudaya | PT Kaltim Prima Coal | Presiden Direktur |
Kenneth Patrick Farrel | PT Kaltim Prima Coal | Direktur |
Abdullah Popo Parulian | PT Kaltim Prima Coal | Komisaris |
Nalinkant Amratlal Rathod | PT Kaltim Prima Coal | Presiden Komisaris |
Hanibal S Anwar | PT Kaltim Prima Coal | Direktur |
Edwin Soerjadjaja | PT Adaro | Presiden Komisaris |
Jeffrey Mulyono | PT Berau Coal | Presiden Direktur |
Mualin Tantomo | PT Libra Utama Intiwood | Personal Guaraantee |
Hendra Tjoa | PT Citra Dwipa Finance | Direktur Utama |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News