Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can
JAKARTA. Dampak krisis utang Eropa ternyata di luar dugaan pemerintah. Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar menyatakan semula pemerintah memperkirakan krisis utang Eropa akan segera mereda namun kenyataannya masih berlangsung lama.
Akibat krisis Eropa yang berkepanjangan ini, Mahendra menilai neraca pembayaran dan negara perdagangan Indonesia mulai defisit akibat pelemahan kinerja ekspor dan menguatnya impor barang. "Ini sebenarnya berbanding lurus dengan realisasi investasi kita yang juga besar," ujarnya Rabu (6/6).
Mahendra mengatakan, laju impor barang modal dan bahan baku/penolong masih akan kencang. Karena itu, dia bilang tren defisit neraca perdagangan masih akan terjadi di tengah kondisi global yang memburuk.
Untuk mengimbangi defisit ini, pemerintah akan menjaga volume ekspor agar tidak menurun. Menurutnya, kinerja ekspor selama ini menurun karena adanya pelemahan harga komoditas.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menambahkan, penurunan kinerja ekspor bisa dikompensasi dengan ekonomi domestik dan investasi yagn cukup kuat. Hanya saja, "Kita harus mengantisipasi krisis dari sisi keuangan," ujarnya.
Agus beralasan, krisis di Eropa membuat perbankan di Eropa memiliki preferensi dalam memberikan pendanaan ke ke kawasan lain. Makanya, pemerintah menjaga dan memastikan agar perbankan nasional tidak kekurangan dana untuk pembiayaan domestik.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengungkapkan, penyaluran krisis melalui transaksi finansial akan sangat tergantung pada kondisi ekonomi Amerika dan Eropa. Dalam waktu dekat, kondisi Eropa memang tidak akan membaik makanya, Indonesia juga mencermati kondisi Amerika.
Jika ekonomi Amerika membaik, Darmin bilang investor akan berani berinvestasi sehingga arus modal akan lari ke negara-negara berkembang. Tapi, "Kalau ekonomi Amerika tidak terlalu baik, maka dananya tidak akan lari (ke negara berkembang)," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News