kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit anggaran 2017 turun menjadi 2,42%


Selasa, 09 Januari 2018 / 06:20 WIB
Defisit anggaran 2017 turun menjadi 2,42%


Reporter: Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 menipis di bawah asumsi awal. Data terbaru yang dirilis oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan, defisit anggaran APBNP 2017 hanya 2,42% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu lebih rendah dari pengumuman sebelumnya 2,57%. 

Penurunan defisit anggaran  tersebut terjadi seiring tambahan penerimaan negara sebesar Rp 4,2 triliun hingga 8 Januari 2018. Pada saat bersamaan belanja negara turun sekitar Rp 15,6 triliun.

Tambahan itu berasal dari peningkatan penerimaan pajak nonmigas Rp 3,5 triliun, penerimaan bea dan cukai Rp 0,1 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 1,7 triliun. Sementara penerimaan hibah berkurang Rp 1,2 triliun. "Ada tambahan Rp 4,2 triliun dan sudah kami laporkan ke presiden," kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan dalam dialog Makro Fiskal 2017 di Kementerian Keuangan, Senin (8/1).

Sedangkan berkurangnya belanja negara karena penurunan belanja pemerintah pusat. Total belanja negara mencapai Rp 1.986 triliun atau 93,1% dari target APBN-P 2017. Namun dibandingkan belanja negara tahun 2016, tetap tumbuh 6,53% year on year (yoy).  "Sekarang kami record defisit anggaran 2,42% dari PDB. Realisasi APBN-P 2017 menunjukkan kinerja sangat memuaskan," klaim Sri. 

Sri Mulyani menjelaskan, total penerimaan negara tahun 2017 mencapai Rp 1.659,9 triliun atau 95,6% dari target APBN-P 2017. Jumlah tersebut tumbuh 6,68% dibandingkan dengan penerimaan negara tahun 2016 yoy.

Dia optimistis, pencapaian APBN-P 2017 akan berlanjut tahun ini. Untuk itu pemerintah berkomitmen meningkatkan penyerapan dan pola belanja secara efektif, terutama untuk belanja modal dan bantuan sosial. "Agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan," papar Sri Mulyani. 

Namun kondisi ekonomi  tahun 2018 juga penuh tantangan. Risiko itu antara lain berasal dari kenaikan harga minyak internasional, nilai tukar, dan suku bunga. 

Harga minyak,, sebagai  contoh, APBN 2018 menetapkan asumsi US$ 48 per barel. Asumsi harga minyak tersebut, menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, terlalu rendah. Sebab, harga minyak Indonesia tahun ini diperkirakan di level US$ 60 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×