kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data di internet sangat rentan aksi pencurian


Rabu, 20 November 2013 / 18:35 WIB
Data di internet sangat rentan aksi pencurian
Jurnalis?KONTAN Tedy Gumilar.


Reporter: Umar Idris, Anastasia Lilin Y | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum lama ini terlihat uring-uringan. Bagaimana tidak? Percakapan kedua kepala pemerintahan ini disadap oleh badan intelijen Amerika Serikat (AS), NSA. Selain Merkel dan SBY, ternyata ada 34 kepala negara dan pemerintahan lain yang percakapannya “didengarkan” oleh NSA.

Celakanya lagi, selain oleh AS, Indonesia juga jadi sasaran penyadapan oleh Australia. Koran Australia, The Sydney Morning Herald, melansir, Negeri Kanguru menggunakan kantor-kantor kedutaannya di Asia, termasuk Indonesia, untuk menyadap telepon dan data rahasia di negara tersebut. Kedutaan Besar Australia yang menjalankan misi rahasia ini berada di Jakarta, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Kuala Lumpur.

Fokus utama penyadapan dari Australia seputar politik, diplomasi, dan ekonomi. Operasi yang menurut The Sydney Morning Herald dilakukan dengan kode sandi STATEROOM itu menyadap radio, peralatan telekomunikasi, hingga jaringan internet. Sebagai tindakan balasan, para peretas asal Indonesia meng-hack situs-situs lembaga pemerintah Australia.

Data negara saja dengan mudah dibobol, terlebih milik masyarakat dan perusahaan. “Informasi milik pemimpin negara menjadi objek tindakan mata-mata, apalagi data milik masyarakat umum yang tidak dilengkapi dengan instrumen perlindungan,” kata Djoko Agung Harijadi, Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatikan Kementerian Komunikasi dan Infomatika.

Lalulintas informasi Presiden RI dan data rahasia milik pemerintah memang secara teknis dan hukum dilindungi. Adalah Lembaga Sandi Negara yang bertugas mengamankan setiap data rahasia lembaga negara, termasuk lalu lintas informasi Presiden. Selain itu, ada Badan Intelijen Negara (BIN) yang melakukan kontra-intelijen untuk melindungi data dan informasi rahasia negara kita. Tapi, masih bisa dibobol juga.

Djoko bilang, data pribadi masyarakat saat ini dapat dengan mudah terungkap ketika kita menggunakan sarana komunikasi seperti internet. Tapi, kecil kemungkinan data pribadi itu terungkap melalui komunikasi percakapan telepon. “Penyadapan telepon hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum,” tegas Djoko.

40.000 serangan sehari

Kebocoran data pribadi melalui internet dilakukan dengan cara mengintersepsi alias mengambil data pribadi pada saat data tersebut melintasi kabel optik dan perlengkapan jaringan lainnya, yang tersambung dengan pusat-pusat data, seperti kepunyaan Google, Yahoo, Facebook, dan Twitter.

Pencurian data pribadi juga bisa dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang tersedia secara melimpah di situs jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Pihak-pihak tertentu bisa menjadikan data-data di internet sebagai objek surveillance untuk kepentingannya.

Perusahaan swasta, misalnya, menggunakan data-data pribadi yang tersebar di internet untuk kepentingan memasarkan produk mereka yang sesuai dengan minat dan keinginan konsumennya. “Internet dengan mudah jadi objek surveillance oleh pihak mana pun, tidak hanya pemerintah atau perusahaan swasta,” tutur Djoko.

Peralatan canggih yang bisa mengambil data pribadi milik pengguna internet disediakan oleh berbagai vendor di dunia. Sebut saja teknologi surveilance milik Gamma International yang berbasis di Munich, Jerman, yang terpasang di beberapa perusahaan jasa internet. Ini terungkap dalam laporan Citizen Lab, lembaga riset keamanan digital dari Universitas Toronto, Kanada, dalam pertemuan Internet Governance Forum 2013 di Bali, Oktober lalu.

Dalam laporan berjudul Mendalami Tindakan Memata-Matai Komunikasi di Indonesia, Citizen Lab mengungkap, teknologi milik Gamma International ini terpasang di beberapa server milik perusahaan penyedia jasa internet di Indonesia. “Pada Agustus 2012, Citizen Lab menemukan penggunaan teknologi surveillance di server milik Biznet dengan nomor IP 112.78.xxx.xxx,” tulis Citizen Lab. Laporan ini dibenarkan oleh Irene Poetranto, penulis laporan yang juga Staf Komunikasi Citizen Lab di Indonesia.

Maret 2013, Citizen Lab menemukan lebih banyak lagi server di Indonesia yang telah terpasang teknologi surveilance. Selain Biznet dengan nomor IP 112.78.xxx.xxx, PT Matrixnet Global (103.38.xxx.xxx), dan PT Telkom (118.97.xxx.xxx).

Repotnya, teknologi penyadapan ini bisa mengeluarkan data, mengambil data di dalam e-mail, percakapan pesan instan (instant messaging), komunikasi Voice over Internet Protocol (VoIP), dan memata-matai pengguna melalui webcam dan mikropon. Informasi yang didapat kemudian mereka kirim ke server penyadapan.

Sayang, Djoko menolak menanggapi temuan Citizen Lab soal keberadaan teknologi sadap tersebut. Namun, dia menegaskan, pencurian data pribadi di dunia maya adalah nyata. Sebagai gambaran, Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) melaporkan pada tahun 2012 rata-rata serangan untuk mengambil data atau informasi secara ilegal melalui lalu lintas internet Indonesia mencapai 40.000 per hari. Di 2011, jumlahnya tiga juta serangan terhadap situs-situs pemerintah “go.id”. “Pada umumnya serangan yang dideteksi secara dini oleh ID-SIRTII bisa langsung ditangani saat itu juga,” tuturnya. Jadi, sebaiknya sekarang Anda lebih hati-hati menyimpan data pribadi.
 
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 8 - XVIII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×