kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Darmin: Neraca BUMN melemah tapi tidak mengkhawatirkan


Sabtu, 24 Maret 2018 / 10:05 WIB
Darmin: Neraca BUMN melemah tapi tidak mengkhawatirkan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) menyoroti neraca keuangan badan usaha milik negara (BUMN) yang terlibat dalam proyek infrastruktur yang memburuk. Utang perusahaan pelat merah ini membengkak gara-gara pemerintah jorjoran membangun infrastruktur.

Tapi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, neraca keuangan BUMN konstruksi yang melemah bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Ini justru menunjukkan produktivitas lantaran banyak proyek yang mereka kerjakan.

"Tentu, dalam prosesnya ada saja BUMN yang kesulitan (keuangan), mismatch, dan macam-macam, tetapi itu tidak masalah. Kalau muncul persoalan seperti itu, namanya problem of growth," ujar Darmin, Jumat (23/3).

Yang semestinya menjadi kekhawatiran adalah, jika BUMN itu tidak punya pekerjaan. "Sorotan yang ada saat ini timbul karena banyak kerjaan," imbuh Darmin.

Sebelumnya, Analis S&P Xavier Jean mengungkapkan, tahun lalu, utang empat perusahaan konstruksi besar milik negara melonjak 57% menjadi Rp 156,2 triliun rupiah (US$ 11,3 miliar). Ini alarm utang yang berlebihan untuk mendanai infrastruktur.

Rasio utang 20 BUMN konstruksi terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) meningkat lima kali per akhir 2017. Angka ini melonjak dibandingkan dengan rasio utang pada 2011 silam yang hanya satu kali terhadap EBITDA. Artinya, kemampuan laba perusahaan itu membayar utang melemah.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri juga mengkritisi kebijakan utang BUMN konstruksi. Menurutnya, pemerintah terlalu membebani perusahaan konstruksi pelat merah dengan utang dan pekerjaan yang berat.

Ambil contoh, proyek infrastruktur kereta ringan atawa light rail transit (LRT) yang dikerjakan PT Adhi Karya Tbk memakan investasi mencapai Rp 30 triliun. Tapi, suntikan modal pemerintah hanya Rp 1,6 triliun. Meski berbiaya sangat besar, Harris Gunawan, Direktur Keuangan Adhi Karya, menegaskan, proyek LRT masih lancar dari sisi perputaran uang dan utang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×