Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi dampak El Nino tahun ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu. Pada bulan Agustus-Oktober BMKG memprediksi curah hujan di bawah 100 milimeter. Dengan curah hujan yang rendah itu, maka dampak kekeringan pada tahun ini sama dengan kekeringan yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan mulai Agustus ini curah hujan akan sangat sedikit sekali. BMKG memprediksi hujan akan mulai kembali turun pada penghujung bulan Oktober. Dengan kondisi ini, maka kekeringan bisa berdampak luas pada tanaman pertanian bila tidak segera diantisipasi oleh pemerintah. "Sejauh ini kami melihat langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kemtan) sudah berjalan dengan baik," ujar Eka di Gedung Kemtan, Senin (3/8).
Menurut Eka, El Nino saat ini sudah mulai menguat sehingga berpotensi memperluas daerah kekeringan khususnya di bagian selatan Indonesia. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menambahkan pihaknya telah mempersiapkan skenario terburuk menghadapi El Nino yang menguat saat ini. Ia bilang, dari hitungan Kemtan, paling banter lahan puso mencapai 100.000 hektar (ha) tahun ini. "Itu yang terburuk, tapi pada Bulan Oktober-Maret lalu, kita ada luas tambah tanam kurang lebih 400.000 ha," ujar Amran.
Tambah tanam ini terus bertambah dan sampai sekarang sudah mencapai 500.000 ha lebih. Maka kalau pun ada puso sampai 100.000 ha, persediaan beras masih tergolong aman. Sebab setiap tahun, total tanaman padi mencapai 14 juta ha. Sementara sampai bulan Agustus nanti yang sudah panen mencapai 12,5 juta ha. Jadi sisa lahan padi yang akan diselamatnya seluas 1,5 juta ha lagi. Kalau pun nanti terjadi puso dan merusak 10%nya, berarti ada 150.000 ha lahan padi yang rusak. Meskipun begitu, posisi persediaan beras masih aman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News