kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cukai rokok naik, Asosiasi Petani Tembakau: Industri akan banyak berguguran


Rabu, 21 Oktober 2020 / 17:07 WIB
Cukai rokok naik, Asosiasi Petani Tembakau: Industri akan banyak berguguran
ILUSTRASI. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyebut kenaikan cukai rokok akan berimbas negatif terhadap kehidupan petani.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Dalam Rancangan Pembangunan Jangkah Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah memastikan tarif cukai rokok akan naik, tak terkecuali di 2021. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyebut kebijakan itu akan berimbas negatif terhadap kehidupan petani.

“Kebijakan pemerintah ini hanya mengedepankan kesehatan dan penerimaan saja. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memang paling sakti menebas hidup petani,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTI Agus Parmuji kepada Kontan.co.id, Rabu (21/20).

Kata Agus, Kemenkeu sudah pasti menaikan tarif cukai hasil tembakau karena alasan penerimaan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, penerimaan cukai rokok dipatok sebesar Rp 172,7 triliun. Angka tersebut naik 4,7% dibandingkan outlook akhir tahun 2020 sebesar Rp 164,94 triliun,

Menurut Agus, boleh jadi penerimaan cukai rokok naik, tapi masyarakat miskin semakin banyak dan industri tembakau berguguran tahun depan. Dia bilang, industri hasil tembakau tersebar di lima belas provinsi di Indonesia.

Baca Juga: Alasan Kemenkeu belum juga umumkan kenaikan tarif cukai rokok

Setali tiga uang, kenaikan tarif cukai pastinya akan berdampak ke ekonomi masyarat sekitar. Terlebih bagi daerah yang sangat mengandalkan manfaat ekonomi dari industri tembakau, seperti Jawa Tengah.

Pasalnya, dengan adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2020 sebesar 23% saja, petani tembakau sudah sengsara. Agus mengaku, secara rerata harga tembakau ambles hingga 40% di tahun ini.

Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi rokok lantaran kenaikan tarif cukai 2020 dan dampak ekonomi akibat pandemi sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Dus, mau tidak mau, petani menjual tembakau dengan harga murah.

Data Kemenkeu menunjukkan secara berurutan produksi komoditas hasil tembakau secara akumulatif pada April minus 2% yoy, Mei minus 12,3% yoy, Juni minus 8% yoy, Juli minus 8,9% yoy, Agustus minus 10,2% yoy, dan September lalu minus 9,7% yoy.

“Realita yang ada cukai naik, tapi penyerapan tembakau lambat karena produksi rokok turun. Seharusnya pemerintah menjadi wasit, cari solusi. Apalagi kalau tahun depan sampai naik lagi 17%, itu akan tambah memperparah,” ujar Agus.

Dari sisi pengendalian konsumsi rokok, Agus mengatakan, seharusnya pemerintah mengkaji lebih komprehensif. Idealnya menurut dia, tarif CHT tahun depan naik 5%, ini menimbang dampak pandemi yang masih bisa sampai tahun depan.

“Jadi tolong, jangan terlalu menyakiti, Kemenkes jangan terkalu kemakan desakan dari WHO kan sudah dikendalikan dari dulu cukai juga naik tinggi,” ujar Agus.

Sebagai info, kabar yang dihimpun dari sumber Kontan.co.id, Presiden Joko Widodo sudah memberikan arahan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk mematok tarif cukai rokok 2021 berada di kisaran 13%-20%. Lantas, Menkeu mengajukan jalan tengah, dengan besaran tarif 17%.

Masih menurut sumber Kontan.co.id, tarif kenaikan CHT 2021 sebesar 17% kemungkinan besar jadi angka final. Sementara Harga Jual Eceran (HJE) tahun depan masih tetap 85%. 

Selanjutnya: APTI sebut rencana kenaikan tarif cukai rokok 17% membuat petani makin sengsara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×