Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Usai menerbitakan surat berharga negara berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) Desember lalu, pemerintah berencana menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk untuk ritel. Penerbitan sukri ini dalam rangka pembiayaan untuk menutup defisit anggaran tahun ini.
Direkur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suminto mengatakan, rencananya masa penawaran sukri tersebut akan dibuka pada tanggal 4 Februari hingga 2 Maret 2017 mendatang. Sayangnya, Suminto masih enggan menyebutkan target indikatif penerbitan tersebut.
"Yang jelas disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan dan juga kondisi market," kata Suminto kepada KONTAN, Senin (30/1). Tahun lalu, emerintah memasang target indikatif hingga Rp 30 triliun. Hasil penjualan dan penjatahan yang ditetapkan pemerintah justri lebih tinggi, yaitu sebesar Rp 31,5 triliun.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah menargetkan defisit anggaran Rp 330,17 triliun atau 2,41% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit anggaran tersebut, salah satunya dipenuhi dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dengan total gross sebesar Rp 597 triliun.
Dari total angka penerbitan tersebut, masih didominasi oleh SBN berdenominasi rupiah. Adapun penerbitan SBN berdenominasi rupiah untuk tahun ini ditargetkan sebesar Rp 477,3 triliun atau hampir 80%. Sementara 20% sisanya atau Rp 119,7 triliun merupakan SBN valas.
Terkait penerbitan SBN ritel, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Robert Pakpahan sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya akan pihaknya hanya akan menerbitkan dua kali SBN ritel, setelah melakukan empat kali penerbitan di tahun lalu.
Pihaknya lanjut Robert, hanya menerbitkan Obligasi Ritel (ORI) dan sukri. Sementara saving bond ritel (SBR) dan sukuk tabungan yang baru pertama kali diterbitkan tahun lalu, tidak akan lagi diterbitkan.
Robert mengatakan, di satu sisi penerbitan SBN ritel membutuhkan biaya yang cukup besar. Namun di sisi lain, penerbitan SBN ritel juga bisa mencapai inklusi keuangan, mengingat jenis SBN inilah yang hanya bisa dibeli oleh masyarakat.
"Tapi kami menimbang cost-nya. Oleh karena itu kami tetap terbitkan ritel. Yang tidak kami lakukan hanya (penerbitan SBN ritel) yang kecil-kecil. Yang besar-besar kan ORI dan sukri," kata Robert akhir November tahun lalu.
Robert juga mengatakan, kemungkinan target indikatif penerbitan tahun ini tidak berbeda jauh dengan target indikatif penerbitan di tahun lalu. "Mungkin sekitar Rp 20-Rp 20 triliun saja, (totalnya sekitar) Rp 40 triliun, kombinasi ORI dan sukri," tambahnya.
Robert optimistis, meski SBR dan sukuk tabungan tak lagi diperbitkan, obligasi pemerintah masih akan diminati investor. Berkaca pada pengalaman tahun lalu, pihaknya mencatat rata-rata penawaran yang masuk mencapai Rp 18,81 triliun, lebih tinggi dibandingkan penawaran yang masuk pada tahun 2014 yang mencapai Rp 14,05 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News