Reporter: Herlina KD | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Peningkatan cadangan devisa Indonesia per Mei 2014 lalu sepertinya belum akan banyak menolong rupiah. Soalnya, permintaan dollar Amerika Serikat (AS) masih tinggi yang bisa terus menekan rupiah dalam beberapa bulan ke depan.
David Sumual, ekonom Bank Central Asia (BCA), mengatakan, dalam beberapa bulan mendatang, permintaan impor masih tinggi terutama impor minyak, bahan baku, dan bahan penolong. Tambah lagi, repatriasi dividen oleh perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia juga masih cukup besar. Alhasil, "Dalam satu bulan sampai dua bulan ke depan, tekanan pada rupiah masih akan besar," kata David, Jumat (6/6).
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bilang, pada akhir Mei lalu cadangan devisa kita mencapai US$ 107 miliar, naik US$ 2 miliar dari akhir April yang hanya sebesar US$ 105,56 miliar. Sebagian besar tambahan cadangan devisa pada bulan lalu berasal dari portofolio, baik saham maupun pasar surat berharga. Menurut David, setidaknya arus modal yang masuk di Mei lalu sebanyak Rp 34,7 triliun, yang mengalir dari pasar saham, surat utang negara, dan obligasi.
Meski cadangan devisa naik, menurut Juniman, ekonom BII, pemerintah harus tetap berhati-hati dengan kondisi fundamental rupiah ke depan. Sebab, pada kuartal kedua tahun ini, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan bisa menembus US$ 8 miliar, lebih lebar dari triwulan I–2014 sebesar US$ 4,19 miliar atau 2,06% dari produk domestik bruto (PDB).
Apalagi, kenaikan cadangan devisa yang berasal dari arus modal masuk cukup rawan sehingga harus diwaspadai. Pasalnya, "Bila hasil pemilihan presiden (pilpres) tak sesuai ekspektasi pasar, bisa jadi arus modal akan keluar lagi," ujar Juniman.
Karena itu, Juniman menyarankan agar otoritas di pasar modal dan keuangan, baik BI maupun Bursa Efek Indonesia (BEI), melakukan pendalaman pasar modal dan pasar uang. Sehingga, lebih banyak pilihan bagi investor dalam berinvestasi. Dalam jangka panjang, pemerintah harus meyakinkan investor bahwa kondisi Indonesia cukup aman untuk berinvestasi.
Di sisi lain, untuk mengimbangi investor asing, pemerintah harus mendorong investor domestik untuk memperbesar investasi di portofolio. "Untuk mengimbangi investasi di portofolio, pemerintah juga harus bisa mendorong investasi langsung dalam jangka panjang," kata Juniman.
Hingga akhir Juni nanti, Juniman memprediksi mata uang garuda hanya akan bergerak di level Rp 11.750 per dollar AS hingga Rp 11.900 per dollar AS. Selain kondisi fundamental ekonomi, "Pergerakan rupiah juga tergantung kondisi politik menjelang pilpres," ujar Juniman.
Tapi, Lana Soelistyaningsih, ekonom Samuel Asset Management, optimistis sampai Juli mendatang rupiah masih akan bergerak di kisaran Rp 11.500 per dollar AS–Rp 11.600 per dollar AS karena tertolong ekspektasi hasil pilpres. Dan hingga akhir tahun, ia memperkirakan rupiah ada di rentang Rp 10.800 per dolar AS–Rp 11.000 per dollar AS.
Sedang David memproyeksikan rupiah akan bergerak di Rp 11.500 per dollar AS– Rp 11.600 per dollar AS sampai akhir 2014. Adapun Juniman memperkirakan rupiah bisa menguat ke posisi Rp 11.300 per dollar AS di akhir tahun kalau hasil pilpres sesuai ekspektasi pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News