Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perkara pembatalan kontrak kerja sama proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng-Patuha PT Bumigas Energi (BGE) dengan PT Geo Dipa Energi (GDE) berbuntut panjang.
Meski Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) GDE pada 28 Mei 2015 lalu, kali ini BGE mempertanyakan proyek PLTP Patuha unit I yang diretender oleh GDE.
Kuasa hukum BGE Bambang Siswanto mengatakan, retender itu dilakukan GDE pada 2010 silam. Padahal, saat itu proses hukum tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sekadar informasi, pada 2010 mantan Direktur GDE Praktimia Semiawan melakukan retender atas titik koordinat dan sumur-sumur sesuai kontrak BGE dan GDE per 1 Februari 2005.
Adapun saat itu, GDE melakukan retender untuk pembangunan PLTP Patuha unit I kepada perusahaan asal Jepang Marubeni Corporation dan PT Maklamat Cakera Canggih.
Sehingga Bambang menilai proses retender itu adalah ilegal lantaran BGE dan GDE pada saat itu masih bersengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Tak hanya itu, proyek tersebut juga masih menjadi status quo, karena adanya sengketa hukum yang sedang ditempuh oleh BGE terkait gugatan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)," ungkap dia beberapa waktu lalu.
Maka dari itu pula, lanjut Bambang, apa maksud dan dasar hukum GDE melakukan proses retender padahal proses gugat penggugat di pengadilan tengah berlangsung. "Sehingga kami menilai, hal tersebut merupakan suatu kejahatan korporasi," tambahnya.
Apalagi dalam proses retender tersebut Marubeni itu hanya selaku kontraktor saja. Artinya Marubeni hanya sebagai perusahaan yang mengerjakan proyek sedangkan dana proyek tersebut masih berasal dari GDE.
Untuk membangun proyek PLTP Patuha unit I yang memiliki daya listrik mencapai 55 Mega Watt itu, GDE setidaknya mengalokasikan dana sebesar US$ 144 juta. Dana itu pun berasal dari pinjaman PT Bank Nasional Indonesi (BNI) sebedar US$ 104 juta dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Rp 127 juta.
Dengan demikian, Bambang menyampaikan, pengerjaan yang dilakukan oleh Marubeni dan kucuran dana dari sejumlah itu bukanlah tanggungjawab BGE, melainkan tanggungjawab GDE.
Ditambah lagi, GDE pada 2010 juga terbukti belum memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Bambang bilang, IUP GDE itu baru terbit pada 27 Maret 2014 khusus untuk PLTP Patuha unit 1. "Dengan begitu, kamimenilai proses retender itu adalah cacat hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum," tutup dia.
Sekadar mengingatkan, BGE berperkara dengan GDE terkait pembatalan kontrak pembangunan lima unit PLTP di Dieng-Patuha senilai US$ 488,88 juta. Dimana BGE sudah menanamkan investasi untuk pembangunan infrastriuktur sebesar Rp 150 miliar.
BGE menuding GDE terbukti melakukan tipu muslihat terhadapnya dengan membatalkan kontrak PLTP tersebut. Sengeketa ini telah diperiksa sebelumnya di PN Jakarta selatan pada 30 Mei 2012 yang diajukan BGE dan termohon adalah GDE dan hasilnya majelis hakim PN Jaksel tidak dapat menerima gugatan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News