Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) harus menghadapi tiga gugatan sekaligus dari para korban pembobolan rekening giro pada 2016.
Ketiga penggugat tersebut yang mendaftar gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia dengan nomor perkara 695/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst, PT Asuransi Umum Mega dengan nomor perkara 696/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst. Kedua perusahaan asuransi ini mendaftarkan gugatan pada 19 Desember 2017, pun dengan kuasa hukum yang sama.
Sementara satu gugatan lainnya berasal dari anak usaha Grup Astra yaitu, PT Surya Artha Nusantara Finance yang baru mendafrkan gugatan pada 26 Juni 2018 dengan nomor perkara 335/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst.
Kuasa hukum Asuransi Umum Mega, dan Asuransi Jiwa Mega Muhammad Ridwan dari kantor hukum MR & Partners mengatakan gugatan dilayangkan guna menagih dana pada rekening giro dua kliennya yang raib.
"Iya ini terkait kasus pembobolan pada 2016 lalu, jadi melalui gugatan ini kami ingin agar BTN bertanggung jawab atas hilangnya uang di rekening klien kami," katanya kepada KONTAN, Rabu (4/7).
Asuransi Umum Mega diketahui kehilangan Rp 58 miliar yang diparkirnya pada rekening giro BTN miliknya, sementara Asuransi Jiwa Mega kehilangan Rp 35,5 miliar, dan Surya Artha kehilangan Rp 110 miliar.
Perkara ini sendiri bermula ketika lima nasabah pemegang rekening giro BTN hilang dananya di Kantor Kas BTN cabang Enggano, dan Cikeas pada 2016. Selain para penggugat dua nasabah lainnya yaitu Global Index Investindo, serta satu nasabah perorangan.
Diketahui kemudian, bahwa terdapat sindikat kejahatan perbankan yang memalsukan bukti setor dana dari lima nasabah ini. Sehingga seakan-akan dana masuk ke rekening nasabah, padahal dana tersebut dialihkan ke rekening lain. Sementara Total dana yang raib ini sendiri diperkirakan mencapai Rp 240 miliar
Dua pegawai BTN yaitu Kepala Kantor Kas BTN Cikeas Bambang Suparno, dan Kepalan Kantor Kas BTN Enggano Dwi Prasetyo juga turut terlibat dalam kasus pembobolan dana nasabah ini.
Keduanya telah divonis bersalah, Bambang divonis 7 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Dwi divonis 8 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ridwan bilang, gugatan dua kliennya didaftarkan setelah keluarnya vonis bagi dua terpidana tersebut. Hal ini dilakukan guna mencegah perkara tak diterima oleh pengadilan, seperti gugatan SAN Finance sebelumnya
"Kita daftar setelah ada vonis pidana. Kalau SAN Finance sebelum itu, sehingga diputus gugatannya tak diterima," sambungnya.
Gugatan oleh SAN Finance merupakan gugatan kedua yang dilayangkan kepada BTN. Sebelumnya SAN Finance telah melayangkan gugatan serupa pada 14 Maret 2017 dengan nomor perkara 154/Pdt.G/2017/PN Pn.Jkt.Pst.
Namun Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk tak menerima gugatan ini (niet on vanklicht verklaard) alias putusan NO pada 12 September 2017. Alasannya tak ada objek gugatan yang jelas, lantaran para pembobol belum mendapatkan vonis pidananya. Atas putusan tersebut BTN kemudian mengajukan upaya banding di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Putusan Banding dengan nomor perkara 170/PDT/2018/PT.DKI yang diputuskan pada 7 Juni 2018 ini pun justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya. Ini alasan SAN Finance kembali mengajukan gugatan yang sama.
Bantahan BTN
Sementara saat dikonfirmasi, Direktur SAN Finance Naga Sujady belum bisa memastikan apakah pihaknya telah melayangkan gugatan baru. KONTAN mengetahui pendaftaran gugatan ini dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Saya belum kroscek, harus koordinasi dulu dengan tim legal, karena ada tim yang khusus menangani ini," katanya saat dihubungi KONTAN, Rabu (4/7).
Hanya saja baik Sujady maupun Ridwan mengaku selama ini belum menerima pengembalian dana dari BTN. Sebab kata Ridwan meskipun pada April lalu Direktur Utama BTN Maryono telah menyatakan bahwa BTN sudah siapkan dana cadangan senilai Rp 258 miliar, pengembalian dana memang harus melalui jalur litigasi.
"Dalam peraturan Bank Indonesia, ada aturan pencadangan. Nah, untuk eksekusinya memang harus melalui putusan pengadilan," lanjutnya.
Sementara kuasa hukum BTN Rafika Chandra dari kantor hukum Suyanto Simalango Patria bilang, upaya litigasi yang tengah dijalankan BTN tak sekadar mengafirmasi penggelapan dana nasabah dilakukan oleh BTN.
Dalam dua perkara melawan Asuransi Umum Mega dan Asuransi Jiwa Mega, Rafika bilang, BTN menolak gugatan tersebut.
"BTN menolak gugatan kedua penggugat, karena belum tentu BTN salah. Proses pemindahan dan pencairan dana sudah dilakukan sesuai prosedur," katanya kepada KONTAN dalam kesempatan sama.
Sementara atas ketiga gugatan ini, masing-masing penggugat turut meminta ganti rugi. Asuransi Umum Mega minta dana Rp 58 miliar ditambah bunga 6% pertahun sebagai kerugian material, serta Rp 320 miliar sebagai kerugian imaterial. Untuk Asuransi Jiwa Mega minta ganti rugi senilai Rp 35,5 miliar ditambah bunga 6% pertahun sebagai kerugian material, serta Rp 285 miliar sebagai kerugian imaterial.
Sedangkan SAN Finance minta Rp 116,6 miliar dimana telah termasuk bunga 6% sebagai ganti rugi material, ditambah Rp 45 miliar sebagai kerugian imaterial. Jika ditotal maka BTN harus menghadapi gugatan senilai Rp 820,71 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News