Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
Hal tersebut membuat beban tanah karena bangunan dan penyedotan atas penggunaan air tanah menjadi lebih intensif dibandingkan dengan wilayah lain.
"Untuk itu, upaya mitigasi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera dilakukan,” ujar Eddy.
Peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Penginderaan Jauh BRIN, Rokhis Khomarudin menuturkan, dampak perubahan iklim terhadap pesisir utara Pulau Jawa semakin tinggi dengan dipicu oleh penurunan permukaan tanah di wilayah tersebut.
Manusia disebut menjadi faktor penyebab yang signifikan. Dimana konsumsi air tanah yang masif dan tidak terkendali menyebabkan turunnya permukaan tanah.
Baca Juga: Bencana Iklim dan Kerugian Meningkat, Jumlah Korban Jiwa Menurun
"Walaupun saat ini dampaknya belum terlalu terasa, namun risiko turunnya permukaan tanah jelas membawa kerugian besar, baik dari sisi sosial maupun ekonomi bagi negara kepulauan seperti Indonesia,” jelasnya.
Rokhis memaparkan, berdasarkan hasil pemantauan citra satelit terbukti terjadi penurunan muka tanah di DKI Jakarta antara 0,1 cm hingga 8 cm per tahun, Cirebon antara 0,3 cm hingga 4 cm per tahun, Pekalongan antara 2,1cm hingga 11 cm per tahun, Semarang antara 0,9 hingga 6 cm per tahun, dan Surabaya antara 0,3 hingga 4,3 cm per tahun.
Dari data satelit terlihat bahwa pesisir utara Jawa, terutama Pekalongan, mengalami penurunan muka tanah yang paling tajam. Kondisi geologi daerah pesisir yang merupakan tanah lunak ditunjang dengan peningkatan pembangunan pemukiman dan penggunaan air tanah menyebabkan penurunan muka tanah semakin tinggi.
Oleh karena diperlukan adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut.
Selanjutnya: Waspada bencana! Musim hujan di Indonesia maju dan lebih besar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News