kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BPK: Jamkesmas masih bermasalah


Rabu, 20 Maret 2013 / 07:26 WIB
BPK: Jamkesmas masih bermasalah
ILUSTRASI. Hidangan daging yang dimasak bersama saus tiram (Dok/BBC UK)


Reporter: Fahriyadi, Asep Munazat Zatnika | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Peliknya masalah pelaksanaan jaminan kesehatan tidak hanya monopoli Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah pusat pun masih kedodoran dalam menjalankan program Jaminan Kesehatan Masyarakat atawa dikenal Jamkesmas.

Berdasarkan hasil audit BPK ada empat poin yang menjadi kelemahan dan kesalahan dalam program Jamkesmas. Pertama, BPK menemukan ada delapan rumah sakit umum daerah (RSUD) dan 49 Puskesmas di 12 kabupaten dan kota yang tidak menggunakan dana sesuai pedoman pengunaan ini nilainya mencapai Rp 862 miliar oleh Puskesmas, dan sedangkan di RSUD mencapai Rp 2,4 miliar.

Kedua, kelemahan dalam proses verifikasi klaim biaya Jamkesmas. BPK menemukan masih ada tunggakan pemerintah kepada pusat pelayanan kesehatan atau rumah sakit swasta sebesar Rp 348,4 miliar. Dari data BPK, Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai daerah yang memiliki tunggakan paling besar, yaitu mencapai Rp 79,3 miliar.

Ketiga, masalah pelayanan. Masih ada peserta Jamkesmas yang dikenakan biaya untuk mendapatkan obat dan alat medis habis pakai (AMHP). Bahkan, temuan adanya kasus penolakan sejumlah pasien oleh rumah sakit juga masih jamak. Selain itu, penyediaan dan distribusi obat belum mengakomodasi seluruh kebutuhan masyarakat.

Keempat, data peserta Jamkesmas yang sudah tidak akurat. Sebab, pemerintah menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang menyebutkan jumlah peserta Jamkesmas sebanyak 76,4 juta jiwa. Padahal, data di lapangan sudah berkembang dan jauh lebih banyak.

Atas temuan ini, Anggota BPK Rizal Djalil mendesak pemerintah segera membenahi persoalan tersebut. "Masalah serupa tentu tidak boleh terjadi ketika pengelolaan jaminan kesehatan ini beralih ke Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS )mulai 1 januari 2014 mendatang," katanya, Selasa (19/3).

Selain empat masalah di atas, BPK juga meminta pemerintah secepatnya memutuskan besaran premi BPJS. Asal tahu saja, Kementerian Kesehatan menyodorkan nominal premi BPJS sebesar Rp 22.000 per orang per bulan. Tapi, Kementerian Keuangan tetap mengusulkan angka penerima bantuan iuran (PBI) ini cuma Rp 15.500.

Kendati pelaksanaan Jamkesmas masih dihadapkan pada banyak kendala, Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron optimistis bisa menuntaskan masalah itu sebelum BPJS Kesehatan resmi berjalan awal tahun depan. "Misalnya saja soal pemutahiran data, akhir Maret akan tuntas," ujarnya.
Adapun jumlah peserta sementara BPJS yang tercatat di Kementerian Kesehatan hingga saat ini mencapai 86,4 juta. Pemerintah akan menggunakan temuan BPK ini sebagai bahan perbaikan agar pelaksanaan lebih baik.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×