Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BPJS Kesehatan mengatakan pihaknya kerap menemukan adanya kecurangan terhadap klaim yang dilakukan ke pihaknya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, pihaknya memanfaatkan ekosistem anti kecurangan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pihaknya tahun ini. Hasilnya BPJS Kesehatan mengklaim berhasil menyelamatkan Rp 866,8 miliar.
"Nominal total Rp 866 miliar, tahun ini aja. Cukup besar. Tapi saya bukan soal nominal yang besar tapi bagaimana kemampuan BPJS meningkat dari tahun ke tahun jadi lebih bagus," kata Ghufron ditemui usai Penganugrahan Anti Kecurangan dan Pengendalian Gratifikasi BPJS Kesehatan 2023, Kamis (7/12).
Adapun dugaan kecurangan dari klaim yang diajukan tersebut nilai terbesar dari phantom billing atau klaim palsu. Sedangkan jumlah kasus terbanyak ialah penambahan diagnosis.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik di Sejumlah Negara Tetangga, Begini Kata Analis
"Untuk phantom billing itu nilainya cukup besar meski jumlah kalah dengan yang menaikkan katakanlah diagnosis istilahnya diagnosis diubah sedemikian rupa yang lebih tinggi klaimnya. Berikutnya excessive utilization jadi penggunaan unessesary utilization yang tidak perlu tapi tinggi," imbuhnya.
Kasus kecurangan serupa memang tinggi namun Ghufron menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan pencegahan, deteksi dan atasi.
"Kasusnya cukup lumayan dan makin terdeteksi makin tinggi. Tapi kita ada pencegahan. Jadi pencegahan dulu biar nggak terjadi lalu kita deteksi lalu kita atasi," ujarnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, belanja kesehatan yang besar tentu memiliki potensi adanya kebocoran. Padahal Kementerian Kesehatan menginginkan belanja yang besar dimanfaatkan seefektif mungkin dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
"Ternyata bocor terbesar dari impropriety coding, phantom billing, kickback, lalu improper diagnostic jadi sakit apa itunya apa jadi mahal, excessive services. Bocornya paling besar itu di hal tersebut," kata Budi.
Baca Juga: OJK Catat Premi Industri Asuransi Mencapai Rp 264,23 Triliun Per Oktober 2023
Kemenkes kata Budi dapat melakukan tindak lanjut terhadap rumah sakit atau faskes yang ketahuan melakukan kecurangan. Budi mengatakan, pihaknya memiliki kewenangan untuk bisa membina dan menghukum rumah sakit-rumah sakit tersebut. Tak hanya rumah sakit kontrol untuk mencegah kecurangan juga dilakukan terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan.
"Sekarang dengan adanya kontrol terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan, kita bisa melihat rumah sakit mana yang rutin melakukan phantom billing. Tenaga medisnya sampai yang memalsukan, tenaga medisnya siapa yang melakukan phantom billing," imbuhnya.
Digitalisasi menjadi dasar bagi pencegahan adanya kecurangan terhadap penyelenggaraan JKN. Nantinya informasi digital ini akan diintegrasikan dengan data yang ada di Kemenkes.
"Saya rencanakan kita integrasi ke OJK. Untuk bisa pastikan informasi ini masuk baik sisi rumah sakit yang ada di sisi kita dan pembayaran di BPJS. Sehingga kita tahu rumah sakit yang melakukan impropriety coding itu Kemenkes punya kewenangan untuk membina dan menghukum rumah sakit tersebut," kata Budi.
Dengan integrasi informasi melalui digital untuk pencegahan kecurangan penyelenggaraan program JKN, harapannya akan memperbaiki ekosistem JKN lebih berintegritas. Budi menginginkan adanya analisis terus menerus terhadap informasi-informasi yang didapat dari proses pencegahan kecurangan penyelenggaraan program JKN.
Baca Juga: Kelas Rawat Inap Standar Akan Diterapkan, Iuran BPJS Kesehatan Bakal Disesuaikan?
Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Mundiharno mengatakan, dalam melakukan pencegahan, pendeteksian dan penanganan kasus-kasus kecurangan yang terjadi di Program JKN, BPJS Kesehatan telah membangun, mengembangkan serta mengimplementasikan sistem anti kecurangan.
Di antaranya, kebijakan anti kecurangan JKN sebagai panduan teknis bagi seluruh unit dan Duta BPJS Kesehatan dalam sekaligus penanganan jika terjadi kasus kecurangan. Kebijakan tersebut mengacu pada Permenkes 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta pengenaan sanksi administrasi terhadap kecurangan dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.
Lebih lanjut, BPJS Kesehatan juga membentuk unit khusus dalam struktur organisasi BPJS Kesehatan yang berfungsi untuk mengembangkan dan mengkoordinasikan langkah-langkah anti kecurangan pada Program JKN. BPJS Kesehatan telah membentuk Tim Anti Kecurangan JKN di semua jenjang organisasi dari tingkat pusat, wilayah dan cabang.
"BPJS juga bentuk tim anti kecurangan JKN seperti amanat dari Permenkes 16/2016 berjumlah 1.947 orang," kata Mundiharno.
Baca Juga: Cara Daftar BPJS Kesehatan Mandiri melalui Mobile JKN dan Syaratnya
Selain itu, BPJS juga mengembangkan membuat proses bisnis dan mengembangkan sistem informasi dalam mencegah, mendeteksi dan melaporkan kasus-kasus kecurangan. Di mana ada sejumlah aplikasi yang dilakukan, sehingga bisa mendeteksi anomali-anomali yang terjadi di dalam proses verifikasi klaim.
"Dalam hal pencegahan dan pendeteksian, kami telah mengembangkan dan mengimplementasikan sejumlah aplikasi untuk menganalisis big data yang dikelola BPJS Kesehatan,” imbuhnya.
Ke depan Tim Anti Kecurangan JKN tersebut akan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPJS Kesehatan di bawah naungan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Mengembangkan ekosistem anti kecurangan juga dilakukan melalui koordinasi dengan Tim Pencegah Kecurangan-Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) baik di provinsi maupun kabupaten/kota dan berbagai pihak lain.
Tim PK-JKN terdiri dari berbagai unsur mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPJS Kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News