kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI optimistis krisis 1998 tak akan terulang


Jumat, 23 Agustus 2013 / 17:23 WIB
BI optimistis krisis 1998 tak akan terulang
ILUSTRASI. penjualan kendaraan diproyeksi naik saat Ramadhan dan Lebaran


Reporter: Marti Riani Maghfiroh | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Meski saat ini perekonomian Indonesia berada di kondisi yang genting, namun Bank Indonesia (BI) masih yakin kodisinya tak akan separah krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998.

Salah satu yang membuat BI begitu optimistis adalah dari segi Utang Luar Negeri (ULN) yang saat ini telah terdokumentasi dan termanagemen secara jauh lebih baik dibanding pada masa krisis 1998 lalu.

“Secara umum, dibanding tahun 1997/1998, saat ini kami mengetahui posisi utang negara, termasil utang pemda, BUMN dan swasta. Kalau dulu kan belum bisa. Hal ini yang membuat kami yakin perekonomian kita masih sehat," tutur Agus Martowardojo, Gubernur BI, saat konferensi pers di kantornya siang ini (23/8).

Meski demikian, BI berencana akan terus melakukan pengawasan demi menjaga kemungkinan berbagai resiko yang bisa saja terjadi. Mulai dari segi resiko aspek likuiditas, market risk, hingga resiko kredit.

“Kami dari BI terus mensosialisasikan pada dunia usaha maupun perbankan untuk hati-hati dalam mengelola ULN. Karena dalam pengelolaannya bisa terjadi miss match sehingga menimbulkan resiko," tambahnya.

Berdasarkan data BI, di semester I jumlah ULN Indonesia secara total sebesar U$ 257,98 miliar. Nilai itu terdiri dari U$ 123,99 miliar utang pemerintah sedangkan utang swasta sedikit lebih tinggi dari itu yakni sebesar U$ 133,99 miliar.

Hingga saat ini, jumlah ULN Indonesia secara total sebesar 28,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meski nilainya tergolong tidak terlalu besar, namun pemerintah perlu waspada karena saat ini Debt to Service Ratio (DSR) berada di level 41,4%. Agus bilang, DSR ini meningkat dari biasanya yang selalu berada di kisaran 30%. DSR sendiri merupakan rasio pembayaran cicilan pokok ditambah bunga ULN terhadap ekspor.

Pihak BI menilai penurunan rasio kemampuan pembayaran ULN ini diakibatkan oleh kinerja ekspor Indonesia yang mengalami penurunan.

“Meski indikator pembayarannya melemah, ini karena nilai ekspornya yang turun. Tetapi dari data-data ULN ini cukup terkontrol dengan baik," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×