Reporter: Adisti Dini Indreswari, Fahriyadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kisruh tata niaga komoditas gula mulai menarik minat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Diam-diam, sejak Desember 2015, atas inisiatif sendiri, DPR resmi membentuk Panitia Kerja (Panja) Gula.
Memulai sidang akhir pekan lalu, Panja Gula DPR telah memanggil industri yang mewakili produsen dan pengguna gula. Panja gula juga telah bertemu dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) untuk mendapatkan fakta dan data terkait tata kelola gula.
Muhammad Farid Al-Fauzi, Ketua Panja Gula DPR mengatakan, pembentukan Panja Gula untuk menjembatani perbedaan data gula antara petani, pengusaha, dan pemerintah.
"Jika tak ada pembenahan data, komoditas gula akan selalu menimbulkan kegaduhan," ujar Farid kepada KONTAN, kemarin (10/2).
Panja akan mendata neraca gula kristal putih atau gula konsumsi nasional, mulai dari produksi, konsumsi hingga kebutuhan industri. "Kami ingin impor gula disesuaikan dengan kebutuhan dan tak berlebihan agar tidak merugikan petani," ujar Farid.
Menurut Farid, Panja Gula juga sudah menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Hasilnya: "Memang terbukti ada rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi," kata Farid.
Jika data komprehensif dan fakta di lapangan sudah terkumpul semua, Panja Gula akan memberikan rekomendasi untuk impor atau tidak ke pemerintah.
Hanya, Soemitro Samadikoen, Ketua APTRI bilang, DPR sebenarnya tidak perlu repot-repot membuat panja gula. Kata Soemitro, pengumpulan data gula sangat mudah ditemukan karena seluruh instansi pemerintah memilikinya.
Masalahnya, "Data yang sesungguhnya sering disembunyikan untuk membuat kebijakan pro impor," ujar dia.
Soemitro mencontohkan, meski realisasi produksi gula selalu meleset dari target, impor gula konsumsi tak pernah dilakukan dalam lima tahun terakhir. Di sisi lain, kuota impor gula rafinasi selalu melampaui kebutuhan.
"Dugaan kami, sisa inilah yang merembes pasar tapi tak diakui pemerintah," ujarnya. Tata kelola gula sejatinya bisa dibenahi cukup dengan mempertemukan industri dan pemerintah.
Jika sekarang DPR terlibat, industri gula dalam negeri justru khawatir tata kelola makin rumit lantaran DPR juga bisa memberi rekomendasi impor gula. Tentu, siapa yang punya akses lebih besar, pasti akan lebih diuntungkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News