Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Sebanyak 20 wakil menteri (Wamen) harus meninggalkan kursi jabatan bergengsinya. Menyusul kekalahan yang diderita oleh tim ahli dan penasihat hukum kantor Presiden atas gugatan yang dilayangkan oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) dalam tinjauan pasal 10 Undang-undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dengan keputusan ini, MK memang tetap membuka peluang bagi presiden untuk mengangkat Wamen. Namun dengan catatan Keputusan Presiden tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 39 tahun 2008 tentang kementerian negara. Pasal 10 UU ini menegaskan bahwa yang dimaksud wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet.
Keputusan Mahkamah Konstitusi itu ini dinilai kembali memperlihatkan kelemahan tim ahli dan penasihat hukum di kantor Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Presiden SBY kembali dipermalukan karena salah satu Keputusan Presiden (Keppres) yang sudah dilaksanakan harus dibatalkan. Mahkamah Konstitusi menegaskan, 20 wakil menteri harus meninggalkan jabatan mereka alias berhenti, karena payung hukum pengangkatan mereka inkonstitusional," tutur anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/6).
Politikus Partai Golkar ini menyoroti kelemahan kantor Presiden SBY dalam merancang sejumlah kebijakan maupun Keputusan Presiden. Sebulan terakhir, kata Bambang, sudah dua Keppres yang dibatalkan demi hukum. Sebelumnya, Keppres tentang pengangkatan gubernur Bengkulu definitif juga dibatalkan.
"Sebelumnya, pengangkatan Hendarman Soepandji untuk mengisi jabatan Jaksa Agung harus dibatalkan," jelas Bambang. Di luar itu, kata Bambang, banyak kalangan mempertanyakan urgensi jabatan wakil menteri.
Selama ini, seorang menteri sudah dibantu sekretaris jenderal dan para direktur jenderal plus inspektorat jenderal. "Jadi apa lagi yang akan dikerjakan seorang wakil menteri bila semua pekerjaan dan tugas sudah ditangani pejabat karier di setiap kementerian," tandasnya.
"Menurut saya, jabatan wakil menteri tidak diperlukan karena hanya merusak jenjang karier PNS di semua kementerian. Lagi pula, kehadiran wakil menteri bisa menimbulkan ekses jika Sekjen dan para Ditjen cemburu pada jabatan itu," pungkas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News