Reporter: Margareta Engge Kharismawati, Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kinerja neraca perdagangan Indonesia merisaukan. Setelah Februari dan Maret mencatatkan surplus, neraca perdagangan bulan April memble alias defisit. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, defisit neraca perdagangan bulan April 2014 mencapai US$ 1,96 miliar. Impor yang melesat ketimbang ekspor menjadi sebab.
Tak pelak, kondisi ini langsung memukul rupiah. Mata uang garuda ini langsung tertohok di level Rp 11.740 per dollar Amerika Serikat (AS), melemah dari posisi pekan lalu di Rp 11.611. "Tak hanya berefek ke rupiah, defisit perdagangan ini juga bisa berefek buruk ke pasar," tandas Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual.
Dalam jangka panjang, defisit neraca perdagangan jelas akan membebani neraca transaksi berjalan kuartal II-2014. Bila fundamental ekonomi Indonesia memburuk, investor bisa menarik dananya dari investasi portofolio. Kepercayaan investor bisa melorot. Efeknya, dana-dana panas alias hot money bisa kabur. "Selama ini, kita tertolong dari investasi portofolio yang kuat," ujar David (2/6).
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsing menambahkan, bila defisit neraca dagang ini terus berlanjut, rupiah bisa kian terpuruk. Apalagi, sumber valuta asing datang dari hasil ekspor. Defisit transaksi berjalan juga semakin melebar. Prediksi Lana, defisit transaksi berjalan kuartal II tahun ini ada di kisaran 2,5% dari produk domestik bruto.
Tapi, "Bila defisit neraca dagang kian lebar, defisit transaksi berjalan bisa melonjak di atas 2,5% dari PDB," ujar dia. Ekonom BII Juniman memperkirakan hingga akhir tahun ini defisit transaksi berjalan bisa menembus kisaran 2,6%–2,8% dari PDB.
Ekonom DBS Gundy Cahyadi bilang, dalam kondisi buruk, BI harus waspada atas kebijakan moneternya. "Utamanya dengan menahan suku bunga," ujar Gundy. Suku bunga yang rendah akan membuat investor kabur. Untuk itu, BI harus menaikkan bunga. Efek terburuknya bisa terjadi perlambatan ekonomi.
"Ekonomi tidak bisa dipaksa untuk berlari kencang saat fundamental ekonomi tak prima, " kata Lana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News