kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asumsi ekonomi makro 2016 tidak relevan lagi


Kamis, 18 Februari 2016 / 11:16 WIB
Asumsi ekonomi makro 2016 tidak relevan lagi


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pemerintah memastikan bakal merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 lewat pengajuan Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2016. Pasalnya, kini sejumlah asumsi ekonomi makro sudah meleset dari perkiraan semula dalam APBN 2016.

Sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN mengatakan, asumsi harga minyak paling penting untuk direvisi. Sebab harga minyak dunia saat ini sudah di bawah US$ 30 per barel, sedangkan APBN 2016 masih memakai asumsi harga minyak Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) US$ 50 sebarel. "Asumsi ICP yang paling masuk akal saat ini US$ 40 per barel," kata Dendi Ramdani, ekonom Bank Mandiri, Rabu (17/2).

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih bilang, beberapa asumsi makro yang mutlak harus direvisi antara lain pertumbuhan ekonomi, ICP, nilai tukar rupiah dan inflasi. Tapi, Lana memberi catatan, pemerintah harus kembali menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) agar inflasi bisa turun signifikan. Sebab, saat ini harga minyak dunia terus melandai.

Anjloknya harga minyak dunia juga membuat asumsi ICP juga tak relevan lagi. Karenanya, kata Lana pemerintah harus mengubah asumsi ICP jadi US$ 30 per barel.

Sedangkan ekonom Standard Chartered Bank Aldian Talo Putra bilang, pemerintah tak perlu mengubah asumsi inflasi 4,7%. Alasannya, masih ada gejolak inflasi dari harga pangan. Sehingga penurunan harga minyak dunia tak banyak berpengaruh.

Sedangkan asumsi ICP, kata Aldian level yang tepat di kisaran US$ 30 per barel. Untuk pertumbuhan ekonomi, Aldian sepakat pemerintah tetap menggunakan asumsi 5,3% sesuai APBN 2016.

Tiga asumsi direvisi

Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan setidaknya ada tiga asumsi yang meleset dari perkiraan. Yakni, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah, dan inflasi.

Menurut Bambang, perubahan asumsi ICP dilakukan untuk mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Dalam APBN 2016, asumsi ICP dipatok US$ 50 per barel. Bambang memperkirakan saat ini rata-rata harga minyak internasional di kisaran US$ 30 per barel - US$ 40 per barel.

Tapi, ia menekankan pemerintah belum tentu memakai angka itu sebagai asumsi minyak dalam RAPBNP 2016. "Kami akan menetapkannya menjelang pengajuan," ujar Bambang, Rabu (17/2).

Asumsi makro lain yang akan direvisi adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Dalam APBN 2016, asumsi nilai tukar dipatok Rp 13.900. Tapi, kata Bambang, kini rupiah dalam tren menguat. Alhasil, ia memperkirakan asumsi nilai tukar rupiah akan lebih rendah dari asumsi semula, yakni sekitar Rp 13.500 per dollar AS atau bahkan lebih rendah lagi.

Penurunan harga minyak dunia juga berimbas pada penurunan harga komoditas lainnya. Alhasil,  laju inflasi tahun ini diperkirakan lebih rendah dari 4,7%.

Soal pertumbuhan ekonomi, Bambang menilai asumsi 5,3% di APBN 2016 masih bisa dicapai. Ia menyakini, dengan peningkatan belanja pemerintah dan menjaga daya beli masyarakat serta mendorong investasi, target pertumbuhan ini bisa tercapai.

Kata Bambang, revisi APBN 2016 ini akan diajukan setelah pemerintah dan DPR membahas RUU Tax Amnesty dan membicarakan pokok pendahuluan ekonomi 2017 yang akan dilakukan Mei 2016. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×