kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Astro Ajukan Bukti Baru


Rabu, 27 Mei 2009 / 06:27 WIB


Reporter: Edy Can |

JAKARTA. Pengajuan permohonan banding atas putusan sela Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan agaknya belum cukup bagi Astro All Asia Networks Plc (Astro). Hari ini (27/5), perusahaan milik negeri jiran ini akan mengajukan bukti baru melawan PT Ayunda Prima Mitra (APM), anak usaha Lippo Group, terkait sengketa kerjasama televisi berbayar Astro di Indonesia.

Bukti baru itu adalah salinan putusan Badan Arbitrase Internasional Singapura atau Singapore International Arbitration Centre (SIAC) soal perkara yang sama pada 7 Mei 2009 lalu. Putusan ini menandaskan bahwa SIAC memiliki yurisdiksi penuh atas sengketa kedua perusahaan ini. Dengan kata lain, SIAC meminta Ayunda menghentikan gugatannya di PN Jakarta Selatan.

Sebelumnya, pada Jumat (22/5) lalu, Astro sudah mengajukan banding atas putusan sela PN Jakarta Selatan. Pasalnya, Astro menuding, putusan sela PN Jakarta Selatan pada 13 Mei 2009 lalu bertolak belakang dengan vonis badan arbitrase itu. Saat itu, majelis hakim yang diketuai Hakim Haswandi mengatakan, PN Jakarta Selatan berwenang mengadili sengketa Astro dan Ayunda.

Dengan adanya bukti salinan putusan SIAC itu, Todung Mulya Lubis, pengacara Astro, berharap, pengadilan di Indonesia tunduk terhadap putusan arbitrase itu. Pasalnya, Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958. Konvensi ini menyatakan, setiap negara harus mengakui dan tunduk kepada putusan arbitrase yang dibuat di wilayah negara lain.

Hal ini juga ditandai dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tertanggal 5 Agustus 1981 yang mengakui putusan dan pelaksanaan putusan badan arbitrase asing dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. "Sebagai komunitas internasional, kita harus tunduk pada putusan arbitrase itu," ucapnya, Selasa (26/5).

Bila tidak, Todung mengatakan, ini bisa menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Ujungnya, hal ini bisa menggangu iklim investasi.

Prawidha Murti, pengacara Astro lainnya menambahkan, bila Ayunda tetap ngotot melanjutkan sengketa ini ke PN Jakarta Selatan, berarti mereka melanggar perjanjian kerjasama yang disepakati kedua belah pihak. Pasalnya, berdasarkan perjanjian antara Astro dan Ayunda yang dikenal dengan nama Subscription and Shareholders Agreement (SSA) yang diteken kedua pihak pada 11 Maret 2005 lalu, kedua pihak sepakat menyelesaikan sengketa melalui badan arbitrase internasional.

Nah, agar bisa mengeksekusi putusan SIAC ini, Astro berencana mendaftarkan putusan itu ke PN Jakarta Pusat agar mendapatkan penetapan. Catatan saja, sesuai undang-undang, hanya PN Jakarta Pusat yang berwenang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional. Astro juga akan mengadukan Ayunda ke SIAC karena menampik putusan arbitrase itu.

Ayunda tak gentar

Namun, Ayunda tak gentar. Perusahaan ini yakin, putusan arbitrase tersebut tidak berpengaruh terhadap proses persidangan di Indonesia.

Manuarang Manalu, pengacara Ayunda Prima Mitra beralasan, dasar gugatan Ayunda terhadap Astro bukanlah berdasarkan pada perjanjian kerjasama itu, melainkan kepada pihak di luar SSA. "Kalau gugatan itu berdasarkan perjanjian, mungkin bisa berpengaruh," katanya.

Selain itu, Manuarang beralasan, putusan arbitrase ini memiliki yurisdiksi yang berbeda dengan hukum di Indonesia. Karenanya, menurutnya, putusan arbitrase Singapura itu tidak memiliki kedaulatan di Indonesia. "Apa pun yang mereka ajukan akan tidak berguna," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×