kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Asing bisa memburu SBI di pasar sekunder, tujuh hari pasca lelang


Senin, 23 Juli 2018 / 21:05 WIB
Asing bisa memburu SBI di pasar sekunder, tujuh hari pasca lelang
ILUSTRASI. Logo Bank Indonesia (BI)


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyerap likuiditas sebesar Rp 5,97 triliun dari lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan dan SBI tenor 12 bulan pada Senin (23/7).

Dari lelang tersebut, nominal penawaran yang masuk sebesar Rp 7,88 triliun untuk SBI tenor 9 bulan dan Rp 6,35 triliun untuk SBI tenor 12 bulan. Sedangkan porsi yang dieksekusi adalah Rp 4,18 triliun untuk SBI 9 bulan dan Rp 1,79 triliun untuk SBI 12 bulan.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, dalam lelang SBI tersebut BI menerapkan ketentuan holding period yang sudah ada. “Lelang SBI hari ini adalah reaktivasi, karena tidak ada perubahan ketentuan dari sebelumnya, yaitu holding period tujuh hari,” ujar Nanang kepada KONTAN, Senin (23/7).

Selanjutnya, Nanang bilang, setelah bank pemenang lelang mendekap SBI selama tujuh hari, asing dan pihak lain baru bisa membeli di pasar sekunder. “Di hari ini lelang masih dimiliki bank,” ujarnya.

Meski begitu, reaktivasi SBI ini masih menyisakan kekhawatiran akan volatilitas. Nomura Singapore Limited misalnya, dalam rilis yang dikutip KONTAN, Senin (23/7), terkejut dengan langkah mengaktifkan lagi lelang SBI 9 dan SBI 12 bulan menggantikan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI).

“Meskipun hal ini mungkin menyebabkan beberapa aliran masuk modal, ini hanya bersifat jangka pendek dan kemungkinan akan menyebabkan peningkatan volatilitas dalam capital account. Ini alasan mengapa SBI dihapus pada saat itu,” tulis Nomura.

Di masa lalu, Nomura mencatat, volatilitas memaksa BI untuk menerapkan periode holding yang tidak ramah pasar dan melukai kredibilitas. Selain itu, ada pula juga risiko bahwa reaktivasi SBI bisa menjadi pengganti kepemilikan obligasi pemerintah oleh investor asing, yang dapat merusak pembiayaan defisit pemerintah.

“Secara keseluruhan, kami pikir rencana ini adalah solusi jangka pendek dan akhirnya dapat terbukti kontra-produktif,” sebut Nomura.

Ekonom BCA David Sumual mengatakan, dari sisi risiko volatilitas, tidak ada yang bisa memastikan hal itu. Sebab, ini sangat tergantung dengan kondisi eksternal. “Tergantung perkembangan eksternal. Penerbitan SBI dan SBN valas harapannya bisa tambah pasok valas,” ucapnya.

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan lelang SBI tidak membuat adanya kekhawatiran volatilitas yang lebih tinggi akibat banyaknya hot money. “Kalau orang mau jual ya jual, tapi biasanya memang SBI itu volatilitasnya tidak terlalu tinggi sehingga itu sebagai tambahan alternatif instrumen saja,” kata dia.

Menurut Darmin, dalam situasi seperti ini, SBN juga bisa dipakai oleh BI. Namun, ia menilai, tidak salah apabila BI merasa harus ada instrumen yang lebih banyak. “Mungkin kalau SBN kan jauh lebih berbagai macam tenornya, yield-nya sehingga kalau SBI kan 9 bulan dan 12 bulan itu lebih simpel,” ujar Darmin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×