kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Aset 28 PDAM terancam disita PUPN Kemenkeu


Kamis, 05 Desember 2013 / 20:29 WIB
Aset 28 PDAM terancam disita PUPN Kemenkeu
ILUSTRASI. Direktur Utama PT Segar Kumala Indonesia Tbk Renny Lauren (tengah)


Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Aset 28 perusahaan daerah air minum (PDAM) senilai Rp 522,72 miliar terancam disita oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Pengembangan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Danny Sutjiono mengatakan, 28 PDAM tersebut merupakan PDAM yang tidak mendaftarkan dalam program restrukturisasi utang.

“Kemenkeu sangat tegas terhadap ketentuan tersebut, sehingga 28 PDAM itu sekarang sudah masuk didaftar PUPN,” katanya, Kamis (5/12).

Kendati demikian, PUPN belum siap untuk mengurus aset tersebut. Selain itu, pelimpahan pengelolaan aset tersebut juga masih dalam pembahasan.

Menurutnya, jika aset tersebut disita, maka, pemerintah memiliki tanggung jawab mengurus aset tersebut. Ia bilang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tidak mungkin mengelola aset PDAM itu.

“Kami tidak bisa mengelola karena untuk mengelola PDAM harus ada badan. Lagi pula tanggung jawab PDAM itu sebenarnya ada di pemerintah daerah,” paparnya.

Berdasarkan kondisi tersebut, PUPN memberikan peringatan tiga kali kepada PDAM tersebut hingga akhir tahun ini, untuk memberikan kesempatan bagi 28 PDAM tersebut untuk mendaftar program tersebut.

Namun, hingga saat ini belum ada PDAM yang mengajukan diri untuk mengikuti program restrukturisasi lagi.

Danny menjelaskan, secara umum PDAM tersebut kesulitan mendapatkan persetujuan dari kepala daerah untuk mengikuti program tersebut, sehingga mengalami keterlambatan dari batas waktu yang ditentukan tersebut.

Peneliti Indonesia Water Institute, Firdaus Ali menyatakan seharusnya pemerintah melakukan pemutihan terhadap utang yang mesti ditanggung PDAM tersebut secara keseluruhan.

"Jadi jangan ada kesan memberikan bantuan yang setengah hati dengan banyak persyaratan," katanya.

Ia menilai, air bersih sebagai kebutuhan dasar masyarakat menjadi tanggungan negara untuk menyediakannya, termasuk jika PDAM itu tidak sehat dan berdampak pada pelayanan kepada masyarakat, maka negara harus turun tangan secara total.

Firdaus mengatakan, dengan kondisi yang ada saat ini cakupan air yang dijangkau PDAM seluruh Indonesia sejauh ini sangat minim dan jauh dari harapan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×