Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Aryaputra Teguharta (APT) kembali menempuh langkah hukum atas sengketa peralihan 32,32% saham miliknya di PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN). Langkah hukum dilakukan terkait dugaan terjadinya corporate fraud oleh pimpinan PT BFI Finance saat menjual saham Aryaputra Teguharta.
Selain mengajukan gugatan perdata peralihan saham BFIN, Aryaputra juga akan melaporkan Direksi BFIN secara pidana ke pihak kepolisian. Gugatan dilakukan untuk memperkuat putusan Mahkamah Agung (MA) RI terkait Peninjauan Kembali (PK) perkara nomor PK 240/2007. Hasil PK itu menegaskan, bahwa Aryaputra tetap sah memegang saham di BFI Finance.
"Kami ingin menegaskan APT merupakan pemilik saham 32,32% di BFI Finance," kata Hari Doho Tampubolon, Direktur Utama Aryaputra kepada media saat jumpa pers di Grand Melia Jakarta, Senin (14/5).
Ihwal laporan ke polisi, Aryaputra menilai Direksi BFI Finance yang saat itu masih bernama PT Bunas Finance Indonesia, diduga mendapatkan keuntungan dalam mengalihkan saham tersebut. Keuntungan itu berupa bonus dan remunerasi.
Menurut Pheo Hutabarat, kuasa hukum Aryaputra, dalam upaya restrukturisasi utang BFI Finance, saham BFI milik APT tak hanya dipergunakan untuk melunasi tagihan. "Ada yang dipergunakan sebagai bonus direksi dan remunerasi. Ada 84 juta saham untuk bonus direksi," kata Pheo.
Sengketa lama
Sengketa saham milik Aryaputra berawal ketika induk perusahaan, yaitu PT Ongko Multicorpora, mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance tahun 1999. Saat itu, 111.804.732 saham Aryaputra dan 98.388.180 saham milik Ongko di BFIN menjadi jaminan kredit.
Kesepakatan itu terjadi pada 1 Juni 1999 dan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya disebutkan, jika Ongko tak melunasi tagihan utang, maka BFI berhak melego saham-saham yang menjadi jaminan utang.
Pada 7 Desember 2000, ketika BFI Finance terjerat utang dan Ongko tak berhasil melunasi tagihan, maka sebanyak 210.192.912 dari total saham BFIN milik Aryaputra, dibeli Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris.
Namun Aryaputra keberatan dengan aksi tersebut, karena tidak memberi kuasa bagi BFIN untuk melepas saham miliknya. "Aryaputra bukan obligor, sehingga jika terjadi permasalahan, seharusnya jaminan penerima fasilitas kredit yang diambil," kata Pheo.
Sengketa saham BFIN ini sudah lama ditangani hakim. Hingga akhirnya di masuk tingkat Peninjauan Kembali (PK). Di PK itu, Aryaputra diputuskan tetap sebagai pemegang saham BFIN, sedangkan Ongko Grup tidak.
Corporate Communication Head BFI Finance Dian Fahmi menyatakan, pengembalian saham BFIN ke Aryaputra tak dapat dilakukan. "Sesuai penetapan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 26 Januari 2018, status terakhir kasus perdata ini adalah Non-Executable," katanya. Apalagi dia mengklaim, pelepasan itu sudah disetujui Aryaputra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News