Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Industri manufaktur selama kuartal kedua tahun ini tumbuh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal pertama lalu. Bahkan, industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan terparah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan IMK kuartal kedua tahun ini hanya 2,5% year on year (yoy). Angka itu jauh lebih lambat dibanding kuartal pertama yang sebesar 6,63% yoy.
Bahkan, pertumbuhan kuartal kedua menjadi pertumbuhan terendah dibanding kuartal-kuartal berikutnya. Berdasarkan data sejak kuartal pertama 2015, pertumbuhan industri ini paling rendah hanya sekitar 4% yoy.
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan, dengan data tersebut maka terkonfirmasi bahwa industri domestik tengah lesu. Ia bilang, dalam hal ini masyarakat kelas menengah cenderung menahan belanja, sementara kelas bawah tidak punya uang untuk belanja. “Yang punya uang di kelas menengah nahan belanja, makanya uang banyak di bank. Sementara di sisi lain, jumlah pekerja di sektor informal besar,” katanya kepada KONTAN, Selasa (1/8).
Hariyadi melanjutkan, pemerintah harus mengantisipasi hal ini. Ia menekankan, pemerintah perlu mengurangi geger-geger politik dan komentar-komentar yang menakutkan masyarakat. “Ini berdampak pada confidence masyarakat. Jangan pula ditambah lagi dengan wacana-wacana yang selewat saja, seperti penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lagi, lalu yang ikut amnesti pajak mau diperiksa lagi. Itu membuat confused,” jelasnya.
Di sisi bisnis, menurut Hariyadi, industri manufaktur sangat tergantung pasar. Dalam hal ini sudah terjadi penurunan volume penjualan.
Namun di saat seperti ini, dirinya melihat bahwa di pemerintah ada kesan meganggap pelaku usaha bukan sebagai mitra melankan sebagai target. “Dengan begitu mereka menarik diri, tidak mau ekspansi, belanja, ini kan dimulai dari statement-statement pemerintah. Pemerintah harus hati-hati, mengelola ekonomi tidak bisa begini,” kata dia.
Bila kondisi ini tidak diantisipasi, menurut Hariyadi, pada kuartal III bisa terkonfirmasi lagi bahwa antara ekonomi makro dan mikro ada anomali.
“Ini sudah melebar juga ke industri makanan dan minuman. menurut saya ini gawat, yang tumbuh itu hanya susu bayi, karena lahir terus, konsumsinya masih naik,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News