kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,47   2,12   0.23%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apakah Insentif Tax Holiday Masih Diperlukan? Ini Kata Pengamat


Jumat, 04 November 2022 / 13:19 WIB
Apakah Insentif Tax Holiday Masih Diperlukan? Ini Kata Pengamat
ILUSTRASI. insentif pajak berupa tax holiday merupakan salah satu cara perusahaan multinasional meminimalkan pajak dengan cara legal


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini negara-negara Organisation for Economic Cooperation and Development sedang mematangkan ketentuan tarif pajak minimum global yang tertuang di dalam Pilar Dua Ketentuan Pajak Global.

Dalam Pilar Dua: Global Anti Base Eresion (GloBE) tersebut mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15% . Pajak minimum tersebut akan diterapkan pada perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas EUR 750 juta pada 2023. Dengan begitu, seluruh negara tidak terkecuali Indonesia wajib menerapkan PPh badan dengan tarif minimum 15% pada 2024.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, adanya aturan pajak minimum global di Pilar Dua bertujuan untuk memastikan perusahaan multinasional domestik membayar tingkat pajak minimumnya dengan kantor pusat dan yurisdiksi di manapun mereka beroperasi.

Baca Juga: Pajak Global Bikin Tax Holiday Percuma

Artinya, akan ada tarif pajak efektof minimum sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan kriteria tertentu, di manapun lokasi investasinya.

"Pajak minimum global tersebut menjadi skema pemajakan yang bertujuan untuk menghindari perusahaan dari tidak membayar atau membayar pajak kecil dibandingkan penghasilan mereka," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Kamis (3/11).

Di sisi lain, Prianto bilang, insentif pajak berupa tax holiday merupakan salah satu cara perusahaan multinasional meminimalkan pajak dengan cara legal karena difasilitasi oleh negara. Terlebih lagi, perusahaan multinasional tersebut dapat tidak membayar pajak selama periode tax holiday.

Oleh karena itu, Prianto menilai bahwa pemberian tax holiday untuk menarik perusahaan multinasional menjadi kurang efektif. Namun, apabila tax holiday tetap diberikan, maka penerimaan negara dari perusahaan multinasional akan hilang karena perusahaan tersebut pasti memanfaatkan tax holiday agar tercipta penghematan pajak.

"Seperti simalakama, ketika insentif pajak diberikan, diharapkan foreign direct investment (FDI) akan meningkat sehingga perekonomian dapat lebih menggeliat meski pajak penghasilan (PPh)-nya tidak diperoleh karena ada tax holiday," katanya.

Baca Juga: Ada Pajak Minimum Global, Ekonom Nilai Tax Holiday Sudah Tak Relevan Lagi

Di sisi lain, Prianto menilai bahwa apabila tidak ada pemberian insentif tax holiday, maka daya tarik investasi asing berkurang, namun sebaliknya PPh bisa diperoleh.

"Ada timbal balik. Investasi meningkat karena tax holiday, tapi PPh Badan tidak ada selama masa tax holiday," tandas Prianto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×